Senin 21 Nov 2016 19:40 WIB

Lulusan ITB Buat Sensor Waterproof untuk Petani

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Dua petani membajak sawah dengan tenaga sapi.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Dua petani membajak sawah dengan tenaga sapi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pengetahuan petani menyangkut kondisi tanah (sawah), kelembapan, tingkat air, hingga serapan pupuk pada sebuah tanaman, masih minim. Karena itu, guna membantu mereka untuk meningkatkan hasil pertanian, lulusan ITB angkatan 2007, Dian Prayogi Susanto, mendirikan start up bisnis bernama Habibi Garden.

Salah satu produk Habibi Garden adalah, menemukan sensor waterproof untuk tanah. Cara kerja alat ini, beberapa sensor waterproof ini dimasukkan ke dalam medium tanah. Sehingga, bisa terdeteksi kondisi tanah, kelembapan, tingkat air, hingga serapan pupuk pada sebuah tanaman.

Menurut CEO Habibi Garden, Dian, saat ini, alat itu sudah diujicobakan pada lima petani tomat di Cipanas, Jawa Barat, yang memungkinkan petani lebih akurat dan terukur dalam pengelolaan agrikultur sehingga hasil lebih memadai. Mengacu hasil di lahan tersebut, kata dia, rata-rata petani tomat Cipanas memperoleh lonjakan hasil panen dari biasanya 6.000 kg per lahan naik menjadi 7.000 kg.

 

Dian mengatakan, pencapaian tersebut sejalan dengan keberhasilan dirinya menjadi peserta terpilih dari total 13 startup program Indigo Creative Nation (ICN) Batch II yang baru diumumkan pada Rabu, 2 November 2016 lalu. "Kami terpilih sebagai peserta kriteria customer validation dengan suntikan modal Rp 10 juta," ujarnya.

Jika lolos tahap berikutnya, kata dia, Indigo akan menambah lagi Rp 120 juta. Dia bersyukur, semakin terbukanya soal industri digital setelah masuk ICN.

 

Menurut dia, program inkubator yang telah ada sejak tahun 2009 tersebut memberi dua benefit utama. Yang pertama, kehadiran pementor yang menajamkan model bisnisnya secara berkelanjutan. "Tadinya kami jual produk dan layanan kami kepada petani, tapi tak mudah. Mentor kami sudah berpengalamam dan menyarankan sistem bagi hasil, ternyata jalan dengan baik," katanya.

Dengan luas sekira 2.000 meter, kata dia, instalasi memerlukan biaya sekitar Rp 20 juta. Dengan sistem pola bagi hasil, maka petani dan Habibie Garden secara keseluruhan akan mengalami proses break event pioint (BEP) dalam setahun. Petani pun diuntungkan karena tak perlu bea investasi namun hasil panen akan lebih melimpah.

Keuntungan kedua, kata pria yang kini melepas karirnya di sebuah perusahaan multinasional ini, adalah terbukanya jejaring lebih luas dalam cakupan Telkom Group yang berpengalaman di bidang digital. "Contohnya selain di Indigo, kami yang berusia baru enam bulan ini, juga sudah menjajaki kerja sama dengan Telkomsel untuk menjadi salah satu layanan machine to machine (M2M) mereka ke depan," katanya.

Habibi Garden, kata dia, berkesempatan presentasi produknya di depan Menteri Luar Negeri Jerman, Frank Walter Steinmeier. Kesempatan tersebut diperolehnya dalam ajang "Falling Walls 2016: Young Innovator of The Year" yang diselenggarkan firma konsultan dunia AT Kearney di Berlin, Jerman, 9 November 2016 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement