Senin 21 Nov 2016 16:00 WIB

mozaik- Maroko Pusat Perkembangan Islam di Afrika

Red:

Banyak tulisan yang mengulas peran Baghdad, Spanyol, dan Sisilia dalam kebangkitan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Namun, Maroko sering luput diikutsertakan di sana.

Padahal, Maroko juga punya andil meng amankan jalur antara Timur dan Barat bagi para pengelana Muslim yang melintasi Laut Mediterania. Maroko juga berperan dalam trans misi pengetahuan pembuatan kertas dari Cina ke Eropa. Sejarah juga mencatat, Maroko khususnya di Kota Marrakesh dan Fes, ter kena pengaruh perkembangan ekonomi Andalusia.

Maroko dibangun oleh Dinasti Almoravid (1062-1150) yang kala itu merupakan kekuat an baru di Afrika Utara. Mayoritas mereka bukanlah orang Arab, melainkan suku Berber. Dinasti Almoravid menaklukkan Maroko dan mendirikan Kota Marrakesh sebagai ibu kota pada 1062.

Dipimpin Yusuf Ibnu Tashufin, Almoravid juga berhasil menerobos Andalusia menyusul kejatuhan Toledo pada 1085. Hal itu dilaku kan salah satunya sebagai respons atas per mintaan bantuan para pemimpin kerajaankerajaan kecil (Taifa) untuk menumpas ten tara Kristen di utara Spanyol.

Almoravid berhasil menguasai Andalusia pada 1090 sambil tetap memegang kendali atas Marrakesh.

"Selain menguasai Maroko, Dinasti Almo ravid juga melakukan ekspansi,'' tulis Salah Zaimeche dalam artikelnya Morocco as a Great Center of Islamic Science and Civilisa tion dan dimuat di laman Muslim Heritage.

Beberapa dekade sebelum Almoravid meng intervensi Spanyol pada 1086, anarki me nyebar di tengah Muslim Spanyol dengan ter ben tuknya puluhan kerajaan kecil (Taifa de Reyes). Keadaan ini dimanfaatkan kelom pok Kristen di Utara dengan aksi Reconquista. Me re ka membantai sejumlah tempat kaum Mus lim. Hanya sedikit umat Islam yang ber tahan.

Mendengar itu, pada 1086, Almoravid me nyeberang dari Maroko ke Spanyol. Pasukan Almoravid berhasil mengalahkan pasukan Kristen dan membuat Alfonso kabur bersama lima ratus pria berkuda. Almoravid juga turun tangan menangani masalah kerajaan-kera jaan kecil Islam di sana. Namun, beberapa kerajaan kecil itu berkomplot untuk meracun pemimpin Almoravid, Ibnu Tashfin. Namun, upaya keji itu gagal dan Ibnu Tashfin berhasil kembali ke Maroko. Pada 1090, Ibnu Tashfin kembali menyeberang ke Spanyol dan benar-benar menyingkirkan rajaraja kecil itu kemudian menancapkan kepe mim pinan Almoravid di sana.

Setelah Ibnu Tashfin wafat, kepemim pin annya dilanjutkan dinasti dari suku Berber lainnya, yakni Almohad (1150-1269). Dinasti Almohad menjadikan Sevilla (Spanyol) seba gai ibu kota Andalusia dan tetap menjadikan Marrakesh sebagai pusat kekuatan di Afrika Utara.

Di era Dinasti Almohad, Marrakesh dan Sevilla jadi pusat-pusat ilmu. Di Afrika Utara, ilmu arsitektur berkembang pesat hingga tampaklah dinding-dinding megah di Kota Fez, Rabat, dan Marrakesh.

Kepemimpinan Almohad di Maroko ber barengan dengan masa keemasan ilmu penge tahuan yang merambat hingga Maroko. Al mo had mendirikan Masjid Kutubiya di Marra kesh yang tak hanya cukup memuat 25 ribu jamaah , tetapi juga kondang sebagai pusat pendidikan. Di sana terdapat bukubuku, manuskrip, dan toko buku.

Di bawah kepemimpinan Almohad ter uta ma Khalifah Abu Yaqub, pemerintah tak ha nya mendorong pembangunan sekolah dan per pustakaan, tapi juga memerhatikan kese jah teraan para alim ulama. Ibnu Rushdi, Ibnu Tu fail, Ibnu Zuhr, dan banyak ilmuwan lain mene mukan tempat aman mengembangkan ilmu.

Setelah Abu Yaqub (Al-Mansur) wafat, wa risan kepemimpinan diserahkan kepada putranya, al- Nasir (1199-1214). Sayangnya, al-Nasir tak begitu perhatian dengan ilmu pengetahuan. Dalam perang yang menentu kan Navas de Tolosa pada 1212, pasukan al- Nasir dikalahkan pasukan Kristen. Setelah itu, kota-kota Muslim di Spayol diambil pa sukan Kristen. Sejak itu, tak ada pasukan yang mampu merebut kembali wilayah selatan Spanyol ke pangkuan Islam, hingga pada abad 15, Kesultanan Turki Utsmani secara gemi lang berhasil melakukan hal itu.

Pusat ilmuwan

Menikmati zaman kegemilangan, Maroko menghasilkan sejumlah ilmuwan penting yang berperan dalam perkembangan sains seperti Al-Marakushi dan Ibnu al-Banna. Abdul Wahid al-Marakushi lahir di Marra kesh pada 1185 dan belajar di Fes sebelum merantau ke Spanyol setelah 1208. Pada 1217, Al-Marakushi pergi ke Mesir dan menetap di sana. Pada 1224 Al-Marakushi menyelesaikan naskah sejarah Dinasti Almohad, Kitab almujib fi talkhis akhbar ahl al-Maghrib.

Adikarya Al-Marakushi adalah Jami al- Mabadi wal- ghayat yang diselesaikan pada 1229-1230. Buku ini berisi kompilasi praktis instrumen astronomi dan trigonometri. Al- Marakhushi diketahui akrab mendalami karya-karya al-Khwarizmi, al-Farghani, al- Battani, Abu-l Wafa, al-Biruni, Ibnu Sina, al- Zarqali, dan Jabir Ibnu Aflah.

Sementara, Ibnu al-Banna yang juga di kenal sebagai Abu'l-Abbas Ahmad ibnu Mu hammad ibnu Uthman al-Azdi lahir pada 1256 di Marrakesh, meski ada pula yang menyebut al-Banna lahir di Spanyol dan pergi ke Afrika Utara untuk belajar.

Ibnu al- Banna mengajar di Fes. Ia ahli matematika dan terbilang produktif menulis. Ia melahirkan lebih dari 100 judul buku, 32 di antaranya mengenai matematika dan as tro nomi, sisanya bicara berbagai topik seperti linguistik, tata bahasa, dan logika.

Karena pemahaman dan ilmunya yang luas, Ibnu al-Banna sering dijuluki ensiklo pe dia berjalan. Karena keilmuan itu pula ia sangat dihormati. Karya Ibnu al-Banna yang berjudul Tanbih al-ahbab, merupakan buku yang aplikatif bagi kehidupan sehari-hari karena berisi penjelasan perhitungan irigasi dan pengukuran.

Selain matematika, Maroko juga mengha silkan ilmuwan di bidang lain seperti geografi. Salah satu pakar di bidang ini adalah Al-Idrisi yang lahir di Ceuta, Maroko, pada 1099 atau 1100 dan wafat pada 1166. Meski wafat di Ceu ta, al-Idrisi menghabiskan masa produk tif nya di Palermo.

Pada usia 16 tahun, al-Idrisi sudah men jelajah Asia Kecil, Maroko, Spanyol, sebagian Prancis, dan Inggris. Tulisannya tentang Eropa begitu hidup dan akurat. Al-Idrisi bisa di bilang merupakan yang pertama mence tuskan geografi matematis. Ia menciptakan sistem proyeksi silindris permukaan bumi yang beberapa abad kemudian pada 1569 diklaim oleh Flemish Gerard Mercator.

Di Palermo, al-Idrisi berada di bawah naungan Raja Roger III dan menulis al-Kitab al-Rujari (Buku Roger). Buku ini dinilai buku yang detail menjelaskan kondisi abad perte ngahan. Buku ini memakan waktu 15 tahun da lam proses penulisannya.

Al-Idrisi kemudian menulis Nuzhat al- Mushtaq fi Ikhtiraq al-Afaaq yang merupa kan ensiklopedia geografi yang lebih luas dari buku yang ia buat sebelumnya.

Penjelajah Muslim yang akrab di telinga banyak orang saat ini adalah Ibnu Batuta. Ibnu Batuta lahir di Tangier pada 24 Februari 1304 dan wafat pada 1368. Ia meninggalkan Tangier pada 1325 saat usianya 21 tahun untuk pergi haji dan kembali ke Fes, Maroko hampir seperempat abad kemudian pada 1349. Namun, tak lama kemudian, ia kembali pergi ke Spanyol lalu mengunjungi Mali Ma dinka dan singgah di Timbuktu serta Gao.

Ia lalu kembali ke Maroko pada 1354. Ia mendedikasikan catatan perjalanannya bagi Ibnu Juzayy, seorang alim di Kerajaan Sultan Innan di Fes. Karya mahsyur Ibnu Batuta, Rihla, berisi catatan perjalanannya saat pergi ke India. Melalui jalur laut, ia menceritakan pula perjalanannya ke Cina, Jawa, dan Ma ladewa.     Oleh Fuji Pratiwi, ed: Wachidah Handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement