Kamis 27 Oct 2016 14:00 WIB

Donal Fariz, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW): PPATK Harus Bidik Dana Kampanye Parpol

Red:

Menurut Anda, langkah apa yang harus dilakukan PPATK di bawah kepemimpinan yang baru?

PPATK juga harus menyoroti dana kampanye partai politik (parpol). Karena, PPATK ini perannya sudah cukup bagus di antara sektor yang menjadi core tugasnya menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 (tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD). Ada tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang. Data-data itu banyak disuplai oleh PPATK.

Peran PPATK ini sangat strategis kalau dia bisa membantu peran mengawasi dana politik. Saat ini, kalau kita bicara pilkada, masing-masing kepala daerah itu punya rekening khusus dana kampanye.

Nah, menurut saya, penting kemudian ada perluasaan peran PPATK untuk membantu mengawasi dana kampanye yang digunakan melalui rekening khusus dana kampanye masing-masing kandidat. Itu yang mesti diperluas dari kewenangan PPATK.

Apakah selama ini PPATK belum menyentuh pengawasan dana parpol?

Belum. Kalau sektor-sektor lain kan sudah cukup bagus. Nah, sektor pada pengawasan dana parpol ini perlu diperkuat.

Apakah potensi korupsi di wilayah tersebut amat besar?

Pemilu ini sangat rawan terjadi korupsi politik. Suap kepada pemilih. Penyalahgunaan dana-dana kampanye, termasuk soal sumber dana kampanye. Nah, menurut saya, itu penting untuk diawasi. Karena kan  PPATK punya instrumen untuk mengawasi sisi penggunaan uang dalam politik.

Lalu, model bekerjanya seperti apa?

PPATK harus bekerja sama dengan penyelenggara pemilu. Karena, laporan dana kampanye itu kan diserahkan kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum). Kemudian, PPATK membantu tugas KPU bersama Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) untuk memonitor dana-dana kampanye itu. Jadi, keterlibatannya harus sejak awal sebelum dimulainya pilkada atau pemilu.

PPATK mengaku kesulitan mengawasi dana kampanye parpol karena banyak yang dilakukan secara tunai, menurut Anda?

PPATK kan sudah punya rancangan undang-undang pembatasan transaksi tunai. Jadi, kalau ada transaksi dengan nominal sekian, itu harus menggunakan sarana perbankan. Nah, menurut saya, PPATK harus lebih proaktif untuk mendorong terciptanya regulasi pembatasan transaksi tunai.

Harus dibatasi. Misalnya kalau ada transaksi di atas Rp 10 juta, harus gunain perbankan. Ngapain juga ngambil uang segitu pakai uang cash. Pasti ada tujuan-tujuan yang aneh. Tapi, kalau tujuannya jelas, misal bayar iklan di televisi sekian kan itu enggak harus bawa uang cash ke TV-nya kalau untuk iklan kampanye.

Atau, cetak kaus 10 ribu kaus, misal. Kalau itu dihitung dana 10 ribu kaus, banyak sekali uangnya. Itu kan bisa dengan transfer, di mana-mana itu sering dilakukan kan. Pembatasan pembayaran tunai menjadi penting agar mengurangi potensi terjadinya mengakali dana kampanye agar tidak dilakukan melalui rekening khusus dana kampanye tadi.

Seberapa besar pengaruhnya jika PPATK ikut membantu mengawasi dana kampanye parpol?

Ini penting karena sektor politik kita itu tidak ada yang mengawasi. Peran KPU dan Bawaslu itu tersita untuk menyelenggarakan administrasi pemilu. Sementara, esensi yang terpenting itu salah satunya adalah dana kampanye itu sering menjadi salah satu penyebab terjadinya banyak korupsi setelah pilkada.

Kajian Kemendagri, untuk menjadi gubernur itu butuh Rp 20 miliar sampai Rp 100 miliar hanya buat menghabiskan dana kampanye. Jika itu tidak di-monitor secara jelas, sumbernya dari mana, belanjanya berapa, ya potensi terjadinya korupsi setelah terpilih menjadi kepala daerah kan besar.     Oleh Umar Mukhtar, ed: Muhammad Iqbal 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement