Rabu 26 Oct 2016 12:11 WIB

Arief Yahya Beberkan Solusi Penerbangan untuk Gaet Wisatawan

Arief Yahya (Ilustrasi)
Foto:

Tahun 2019, kemenpar menargetkan wisman sebanyak 20 juta. Yang masuk lewat udara sebanyak 75 persen atau 15 juta. Dengan perbandingan 40 persen : 60 persen (32:68) karena pertumbuhan wisman lebih cepat, maka jumlah wisnusnya (WNI) sebanyak 7 juta. Dengan demikian maka total jumlah seat yang diperlukan sebanyak 22 juta.

"Dari perhitungan ini terungkap defisit penyediaan seat hingga tahun 2019. Rinciannya: di tahun 2017 kita defisit 4 juta seat; 2018 defisit 3,5 juta; 2019 defisit 3 juta. Ditotal jendral selama 2017-2019 kita akan defisit 10,5 juta seat," kata dia.

Dari perhitungan sederhana di atas, kata dia, terlihat bahwa masalah besar pariwisata Indonesia adalah di akses. Dia menyimpulkan aksesibilitas udara ini sangat krusial bagi pencapaian target wisman 20 juta. Ini adalah masalah terpenting pertama yang harus dituntaskan.

Menurut Arief, untuk menutup defisit tersebut rupanya tak semudah meminta maskapai penerbangan menambah jumlah penerbangan internasionalnya. Jumlah penerbangannya di tambah kalau bandaranya tidak cukup juga tidak akan bisa. Begitu juga, penerbangan ditambah kalau perjanjian layanan udara dengan negara lain tidak dibereskan juga tidak akan bisa.

Karena itu pembenahannya harus mencakup tiga aspek secara menyeluruh dan terintegrasi. Pertama adalah dari sisi maskapai penerbangannya (airlines) bertujuan memastikan kemudahan pengembangan rute baru ke pasar utama wisman. Kedua, dari sisi bandara dan navigasi udara (airport and air navigation) bertujuan memastikan ketersediaan capacity di bandara. Dan ketiga dari sisi perjanjian layanan udara (air service agreement) bertujuan memastikan ketersediaan traffic right.

"Untuk gampangnya saya singkat menjadi 3A yaitu: Airlines, Airport, Authorities," kata dia.

Authorities bicara mengenai air service agreement yang menyangkut regulasi udara antar negara. Karena pelaksananya adalah Kemenhub, maka kita harus bekerja bersama Kemenhub. Di sini kita harus memastikan ketersediaan seat untuk regular flight yang diperoleh melalui Air-Talk. Kemudian kita juga harus mendorong implementasi Open-Skies Policy dari dan ke pasar-pasar utama wisman untuk single country.

Contoh antara Indonesia-Cina dan Indonesia-India. Kemudian mempercepat Air-Talk di level G-to-G dengan negara yang memiliki Hub-Airport besar dengan maskapai penerbangan yang kuat. Contoh UEA (Dubai dan Abu Dhabi) dan Qatar.

Kedua untuk Airlines, Kemenpar sudah melakukan road show ke berbagai maskapai penerbangan dan Kemenhub. Kemenpar meminta dukungan regional network airlines, yaitu maskapai penerbangan yang memiliki network besar seperti Singapore Airlines atau Air Asia. Contohnya Air Asia punya banyak sekali hub di luar negeri, salah satunya di Kuala Lumpur. Jadi seluruh wisman dari berbagai negara (terutama Cina, India, dan Asean) di-pool lewat hub airport milik Air Asia di Kuala Lumpur, kemudian didistribusikan ke 17 kota yang menjadi akses destinasi wisata kita. Itu adalah pilihan yang paling gampang.

Pilihan lain adalah membuka konektivitas langsung ke pasar-pasar utama wisman. Sasarannya adalah bandara-bandara yang masih tersedia slotnya seperti bandara Kualanamu, Batam, Solo, Lombok, Ujung Pandang, dan Manado.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement