Jumat 14 Oct 2016 17:12 WIB

FOKUS PUBLIK- Menuntaskan Masalah-Masalah di Papua

Red:

Negara-negara di Kepulauan Pasifik mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat. Mereka menggunakan kesempatan berpidato di Majelis PBB untuk mendesak dilakukannya penentuan nasib sendiri di wilayah tersebut.

Komentar ini mendapatkan respons yang kuat dari delegasi Indonesia yang mengatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk menarik perhatian dari masalah di negara mereka.

Delegasi dari Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga, semua menyatakan keprihatinan atas provinsi yang terletak di bagian barat Pulau Papua Nugini dan merupakan rumah bagi sebagian besar populasi warga Melanesia.

Perdana Menteri Kepulauan Solomon Manasye Sogavare mengatakan, dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di provinsi Papua Barat terkait dengan dorongan untuk memerdekakan diri. "Kekerasan HAM di Papua Barat dan upaya untuk menentukan diri sendiri di Papua Barat adalah dua sisi dari koin," katanya.

Belum lama ini, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, pemerintah akan mengusut berbagai pelanggaran HAM di Tanah Air. Termasuk di dalamnya pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Dia mengatakan, pengusutan kasus HAM di sana membutuhkan waktu yang panjang, karena pelanggaran tersebut sudah terjadi beberapa tahun lalu.

Dia menilai, kasus HAM jangan dijadikan dasar untuk mengganggu kedaulatan. Indonesia adalah negara berdaulat yang menegakkan hukum. Semua pihak, dia berharap, memberikan kepercayaan kepada Indonesia untuk menegakkan hukum.

Sementara itu, anggota Komnas HAM asal Papua, Natalius Pigai, menyatakan, dorongan dari negara-negara Pasifik agar Papua memerdekakan diri didasari atas keprihatinan. Mereka adalah orang-orang Melanesia. "Mereka dan orang Papua berasal dari suku yang sama," ujarnya.

Dia mengatakan, wajar saja apabila negara Pasifik memprihatinkan kondisi Papua. Sebab, sejak 2014 hingga kini, diperkirakannya sudah ada lima ribu orang ditangkap aparat. Mereka menjalani proses hukum karena dianggap melanggar hukum.

Persoalan ini, kata dia, tak bisa dibiarkan. Bahkan, bila pemerintah pusat tidak membuat strategi penanganan kasus HAM di sana, maka bukan tidak mungkin situasi akan semakin memburuk.

Dia mengatakan, salah satu cara yang harus ditempuh adalah Presiden harus langsung turun tangan menyelesaikan persoalan HAM di Papua. Presiden harus menyatakan secara resmi, hentikan pelanggaran HAM di Papua. Masyarakat di sana harus diapresiasi dan dimotivasi agar mendukung pembangunan.

Republika menggelar jajak pendapat mengenai sejumlah isu yang berkaitan dengan Papua. Hasilnya, mayoritas responden menilai dorongan negara Pasifik agar Papua merdeka tidak wajar. Mayoritas responden mendukung penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua.    ed: Erdy Nasrul 

DATA

Jajak Pendapat Republika tentang pelanggaran HAM di Papua

Periode: Kamis (6/10) - Rabu (12/10)

Narasumber: Pembaca Republika dari seluruh Indonesia

Jajak pendapat ini dilakukan melalui media sosial Twitter.

1. Apakah negara wajib memproses kasus HAM di Papua? 398 responden memberikan tanggapan. 83 persen mengiyakan. Sisanya, 17 persen menjawab tidak.

2. Apakah otonomi khusus (otsus) menguntungkan masyarakat Papua? 181 responden merespons. Separuh di antaranya menjawab iya. Sisanya, 50 persen menjawab tidak.

3. Apakah wajar negara Pasifik mendorong Papua merdeka? 295 orang merespons pertanyaan ini. 19 persen menyatakan iya. Sisanya 81 persen menjawab tidak wajar.

***

Pertahankan Keutuhan NKRI

Ampuh Sejati, Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Beberapa negara Pasifik, seperti Vanuatu, Solomon Island, Tonga, Nauru, Marshall Island, dan Tuvalu, secara blak-blakan menyatakan keprihatinan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Hal tersebut disampaikan dalam Sidang Majelis Umum PBB, senin (26/9).  Tindakan provokatif enam negara pasifik tersebut menimbulkan berbagai respons.

Wakil Ketua ICMI, Priyo Budi Santoso, melihat hal ini sebagai persoalan serius. Pemerintah harus menindak tegas negara-negara pasifik yang dinilainya sudah bertindak provokatif dengan menyerukan kebebasan Provinsi Papua Barat.

Sidang Majelis Umum PBB seharusnya membahas tujuan pembangunan berkelanjutan dan respons global terhadap perubahan iklim, tapi dialihkan kepada isu penyeruan pembebasan Papua Barat.

Sudah saatnya berbagai pihak untuk bersinergi. Cendekiawan Muslim, pemerintah, dan masyarakat, harus turut serta menggandeng erat saudara-saudara kita di Tanah Papua. Cendekiawan Muslim yang menjadi sosok panutan masyarakat harus mampu bersinergi dengan pemerintah yang mempunyai kekuatan pertahanan negara untuk meningkatkan keamanan perbatasan Papua. Masyarakat sebagai civil society  harus mampu mempertahan Tanah Papua untuk tetap menjadi NKRI.

Menjadi Rebutan

Fauzan Suhada, Depok, Jawa Barat

Indonesia yang begitu indah dan kaya sumber daya alam (SDA) seperti gula. Ada banyak yang memperebutkannya. Membutuhkan tenaga ekstra dari seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga negara ini.

Banyak negara asing yang ingin menguasai Indonesia. Mereka menggunakan segala cara, termasuk mengadu domba antara sesama orang Indonesia, agar Indonesia bisa dipecah. Papua saat ini sedang digoyang, dan  ingin dijadikan seperti Timor Timur yang lepas dari Indonesia. Umat secara umum dan pemerintah khususnya perlu introspeksi diri, apakah telah berbuat adil terhadap mereka yang selama ini berdemonstrasi meminta Papua merdeka dengan merujuk kepada kitabullah dan sunah.

Perlu didalami juga, apa motif sebagian orang yang menginginkan Papua merdeka. Para pemberontak ini jika tak kunjung bertobat boleh diperangi dan dicabut kewarganegaraannya, serta dicabut semua haknya oleh negara.

Selesaikan Persoalan HAM

Fariz Awaludin Arief, Mahasiswa Fakultas Teknik UNY

Berdasarkan catatan sejarah, OPM (Organisasi Papua Merdeka) telah berdiri dari sejak 1965. Tujuan dibentunya untuk mengakhiri Pemerintahan Provinsi Papua dan Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya) serta ingin memisahkan diri dari wilayah NKRI.

Mandat Presiden Jokowi pada bulan Maret lalu yang memerintahkan Menko Polhukam untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM di Papua. Wujud implementasi dari hal itu di pertengahan Mei telah terbentuk Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran  HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat. Namun, kunjungan Menko Polhukam ke sana tak seperti yang diharapkan. Sejumlah masyarakat Papua berdemonstrasi menolak kedatangannya. Aksi unjuk rasa juga dilakukan mahasiswa Papua yang berada di Kota Yogyakarta dan Kota Malang.

Pelanggaran HAM yang terjadi di Papua memang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Sebab, pelanggaran HAM yang dibiarkan akan membuat Papua selalu menginginkan kemerdekaan. Di antara dampak yang terjadi, Indonesia dituduh menghambat upaya negara-negara Pasifik untuk mengejar keadilan atas pelanggaran HAM terhadap warga Papua.

Tuduhan itu mesti kita tepis, dengan menegakan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif. Ketiga sikap tadi, bukan hanya semata di Papua, tetapi di keseluruhan NKRI. Adil yang dimaksud adalah memperlakukan semua warga sesuai hak dan kewajiban tanpa terkecuali. Konsekuen terhadap dampak dari keputusan yang ditetapkan. Tidak diskriminatif kepada sebagian warga Indonesia, karena jika ketidakadilan terjadi akan berdampak kepada keutuhan dan keberlangsungan hukum di negera kita.

Negara Pasifik Incar Papua

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sangatlah wajar jika kekayaan alam Indonesia membuat negara lain berusaha ingin menguasainya.

Adanya manuver politis negara Pasifik yang mendorong Papua merdeka adalah bukti bahwa kekayaan alam yang dimiliki Papua telah memikat negara Pasifik. Mereka berupaya dengan segala cara untuk memilikinya.

Pemerintah bersama aparat keamanan tidak boleh lengah dan harus berusaha menjaga Papua dengan sekuat tenaga, dari segala macam manuver yang dikeluarkan negara mana pun. Kesejahteraan rakyat Papua juga harus ditingkatkan.

Dengan meningkatnya kesejahteraan insya Allah rakyat Papua akan makin mencintai dan menjaga tanah airnya, Indonesia. Biar bagaimanapun Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia harus bersatu agar Papua tidak lepas dari NKRI.

Tetap Ingin Tinggal di Indonesia

Wahyuddin, Ponorogo, Jawa Timur

Masyarakat Papua perlu didekati dengan cara yang santun. Mereka memerlukan pembangunan dalam sektor budaya. Pendidikan di sana perlu lebih digiatkan lagi. Pembangunan infrastruktur pendidikan harus lebih digalakkan.

Guru-guru yang semangat mengajar perlu dikerahkan untuk mengajar dan mendidik anak-anak Papua. Guru-guru tersebut akan menanamkan ilmu pengetahuan, etika, tradisi, dan juga nilai kebangsaan yang menjunjung tinggi perbedaan.

Perlu dicatat, Papua adalah saudara kita yang wajib merasakan manisnya pembangunan. Putra dan putri mereka berhak untuk tampil dalam berbagai ajang perlombaan tingkat nasional, bahkan internasional.

Saya meyakini, jiwa masyarakat di sana mencintai Indonesia, asalkan mereka dilibatkan dalam pembangunan negara ini secara maksimal. Orang Papua harus tampil menjadi tokoh nasional. Mereka harus bisa mewakili Indonesia dalam perhelatan internasional. Mereka harus bisa mengharumkan bangsa ini di mata dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement