Kamis 22 Sep 2016 10:08 WIB

Indonesia Kalibrasi Sektor Pariwisata ke World Economic Forum

Arief Yahya (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Rendra Purnama
Arief Yahya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Memnetri Pariwisata Arief Yahya menghadiri markas World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Swiss untuk mendapatkan potret pariwisata Indonesia yang paling standard di level global. Dia ingin mendapatkan ukuran-ukuran dunia dan melalui metode ukur yang paling dipercaya oleh lembaga internasional.

"Apa kita sudah baik pariwisatanya? Sebaik apa? Tetangga sebelah bisa lebih baik, lalu di mana ketidakbaikan pariwisata kita? Harus darimana membetulkannya?", pertanyaan-pertanyaan itu yang berkecamuk di benak Menpar Arief Yahya.

Istilah Arief Yahya adalah kalibrasi. Memotret keadaan yang sesungguhnya, dengan alat ukur, bahan ukur, satuan ukur, kriteria yang diakui atau standar dunia oleh lembaga yang kredibel dan dijadikan acuan internasional. WEF setiap dua tahun sekali mengeluarkan TTCI, Tour and Travel Competitiveness Index, dengan 14 pilar dan 92 indikator yang dihitung dan dirilis setiap 2 tahun sekali.

“Kalau kita ingin memenangkan persaingan global, maka sejak awal harus menggunakan standar global. Kalau ingin juara dunia, ya harus berani terbuka dan siap dibandingkan dengan semua negara yang sudah menggunakan ukuran dunia. Kita harus out word looking, melihat apa yang dilakukan dan sedang terjadi di luar sana. Biar tidak merasa paling jago di kandang sendiri,” ujar dia mengawali pertemuan dengan tim TTC-WEF itu.

Arief Yahya menyadari, target kunjungan 2019 dengan 20 juta itu bukan sulap bukan sihir. Dari penghasil devisa 10 miliar dolar AS menjadi 20 miliar dolar AS. Itu angka paling fantastik yang dipatok Presiden Joko Widodo, dan tidak ada pilihan kecuali harus dicapai dengan cara-cara professional.

Justin Wood, Head of Asia Pacific Region/Executive Board Member of WEF cukup terkesan dengan presentasi data dan angka Menpar itu. Justin mengapresiasi semangat Arief Yahya menyebut target ganda di 2019 itu. Proyeksi yang mungkin dianggapnya superoptimis, bahkan kelewat pede untuk Indonesia yang selama ini tidak pernah menempatkan sector Pariwisata sebagai core economy.

“Bagaimana caranya? Lima tahun itu bukan waktu yang panjang?” Tanya Justin Wood dengan nada tidak percaya dengan target itu.

Mulai dari CEO commitment, atau keseriusan Presiden Joko Widodo, menempatkan pariwisata sebagai sektor prioritas, Melihat tren minyak dan gas bumi, batu bara dan minyak kelapa sawit terus menurun, baik karena harga dunia maupun angka produksinya. “Pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di 2019. Karena itu adalah janji presiden, maka tugas kami untuk merealisasikan dengan segala daya upaya,” kata Arief Yahya.

Dari sisi marketing, Menpar pun menggunakan semua big name dan punya reputasi global. Seperti Ogilvy sebagai konsultan PR-ing. Google, TripAdvisor, Baido, C-Trip, Xinhua, CCTV, CNN International, Discovery Channel, National Geography, Aljazeera, NHK, CNBC, Astro, dan semua media tempat perusahaan tour and travel terbesar dunia mempromosikan paket-paketnya.

“Semua yang terbaik, yang kredibel, yang punya jaringan internasional, kami ambil. Termasuk TTCI-WEF yang menjadi barometer dan referensi para investor,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement