Kamis 22 Sep 2016 09:39 WIB

Menristekdikti Bantah Intervensi Pemilihan Rektor

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
Menristek Dikti Muhammad Nasir.
Foto: Antara
Menristek Dikti Muhammad Nasir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Muhammad Nasir, membantah dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemilihan rektor di sejumlah universitas. Menurutnya, proses pemilihan rektor sudah berdasarkan aturan internal di masing-masing universitas yang merujuk kepada peraturan pemerintah.

"Saya tidak pernah terlibat dalam intervensi pemilihan rektor. Dalam prosesnya, nama calon rektor memang diajukan kepada kami oleh pihak universitas. Setelah nama-nama tersebut telah memenuhi kriteria, maka proses pemilihan dilanjutkan, kalau belum sesuai kami review kembali," jelas Nasir kepada Republika di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/9) malam.

Pihak universitas, katanya, berhak mengajukan tiga nama calon rektor. Menristekdikti memiliki persentase wewenang suara sebanyak 35 persen dalam menentukan calon rektor terpilih. Namun, Nasir menegaskan tidak pernah menyalahi aturan dalam menggunakan wewenang itu.

"Proses pemilihan rektor itu harus independen. Jangan coba-coba melakukan permainan di dalamnya," tegasnya.

Nasir mengaku telah menerima laporan dugaan penyalahgunaan wewenang pemilihan rektor dari Ombudsman. Ia pun meminta agar laporan tersebut segera ditelusuri lebih lanjut kebenarannya.

Sebelumnya, anggota Ombudsman Indonesia Bidang Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, Laode Ida, meminta Menristekdikti segera mengevaluasi kinerja jajarannya. Ombudsman mengaku mendapat banyak laporan terkait kinerja yang menimbulkan kecurigaan dari kementerian tersebut.

Dihubungi Republika, Rabu (21/9), Laode menuturkan, selama beberapa bulan terakhir telah menerima tiga laporan dugaan  pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Kemenristekdikti. Dugaan pelanggaran itu merujuk kepada pelaksanaan proses pemilihan rektor.

"Salah satu laporan yang baru kami tangani berasal dari jajaran guru besar di Universitas Halouleo (UHO). Laporan tersebut menyatakan proses pemilihan rektor tidak sah secara prosedur. Ketidakabsahan disebabkan keanggotaan senat yang menyalahi peraturan," ujar Laode.

Di samping persoalan proses pemilihan, Menristekdikti juga diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebanyak 35 persen suara dalam pemilihan rektor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement