Kamis 15 Sep 2016 07:00 WIB

Saat Rokok dan Arak Dianggap Sebagai Obat

Asap rokok
Foto: flickr
Asap rokok

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Pemprov DKI Jakarta sejak dipimpin Gubernur Sutiyoso sudah mengeluarkan peraturan larangan merokok di tempat-tempat tertentu, dan mengenakan kawasan bebas rokok. Sayangnya, penerapan peraturan di lapangan hingga kini belum maksimal,

”Para perokok yang jumlahnya makin banyak sudah membahayakan orang lain,” tegas Gubernur Sutiyoso dalam kampanye ‘hari tanpa tembakau sedunia’. Banyak yang meragukan peraturan ini bisa berjalan efektif. Kecuali, bila Pemprov DKI berani memberlakukan sanksi keras terhadap para pelanggar seperti yang dilakukan Singapura. Dan keraguan warga itu pun terjadi.

Isu peraturan dilarang merokok di tempat umum bisa sejalan dengan rencana menaikkan harga rokok hingga Rp 50 ribu per bungkusnya. Jika rencana itu terealisasi, peraturan dilarang merokok di tempat umum bisa kembali dipertegas.

Hingga kini, belum ada catatan apakah pada abad ke-16 saat ekspedisi Portugal dan Belanda berdatangan ke Nusantara mereka memperkenalkan rokok. Juga tidak ada catatan apakah pada masa Jayakarta, masyarakat sudah mengenal yang satu ini. Yang pasti, pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 ketika Batavia menjadi kota menakutkan akibat banyaknya kematian mereka justru menjaga kekebalan tubuhnya dengan merokok.

Kalau sekarang merokok dianggap musuh nomor wahid, kala itu untuk menghindari penyakit justru para warga Belanda di Batavia khususnya para kelasi, melakukan pencegahan terhadap penyakit dengan minum arak atau cerutu kasar yang diproduksi di kota ini. Mereka tidak segan-segan menghabiskan uang untuk minum arak dan merokok cerutu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement