Rabu 07 Sep 2016 10:39 WIB

Perbaikan Sekolah Rusak Mendesak Dibanding Wacana Full Day School

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah siswa dan guru melihat bangunan sekolahnya yang rusak di SDN Cibugis, Desa Cibugis, Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/2).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Sejumlah siswa dan guru melihat bangunan sekolahnya yang rusak di SDN Cibugis, Desa Cibugis, Kelapa Nunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (29/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa waktu lalu menggagas program sehari penuh di sekolah (full day school). Namun ternyata ada hal penting yang harus diprioritaskan Kemendikbud, yakni perbaikan ruang kelas.

Persoalan tersebut dinilai lebih mendesak dan bersifat harus ditangani karena akan menganggu kualitas pendidikan. Berdasarkan data Kemendikbud 2016, jumlah ruang kelas yang rusak berat dan sedang mencapai 183.239 unit. Itu artinya, terdapat sekitar lima sampai enam juta siswa yang selama ini belajar dalam situasi tidak nyaman dan dalam situasi terancam bahaya.

Orang tua pun cemas ketika mengetahui setiap hari anaknya belajar dalam ruang kelas yang terancam roboh. Pihak sekolah juga tidak pernah mendapat informasi kapan pemerintah akan memperbaiki sekolah.

"Kita para orang tua cemas. Bagaimana tidak, ruang kelas ini sudah mau roboh, kasihan anak-anak yang belajar,” ujar Kenni, salah satu orang tua murid yang menjadi peserta diskusi Mencari Solusi Bersama Penanganan Sekolah Rusak di Kabupaten Bogor. Acara ini difasilitasi Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia bersama Yappika, Rabu (7/9).

Pertemuan tersebut berlangsung di SDN Leuwibatu 01, Desa Leuwibatu Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Tujuannya, untuk  menyamakan  persepsi di antara masyarakat peduli pendidikan yang dihadiri oleh orang tua siswa, komite sekolah, guru dan kepala sekolah.   

Salah satu guru, Asep menceritakan pada awalnya sekolah tersebut merupakan sekolah induk di desa Leuwibatu yang berdiri sejak 1953. Saat ini, masalah besar yang dihadapi karena adanya ruang kelas yang sudah rusak berat dan entah kapan akan tertangani.

Menurut dia, konstruksi bangunan saat ini sudah mulai retak. Dindingnya terkikis dan atapnya bocor. Bahkan sebagian ruangan itu sudah ditopang bambu dan kayu mengantisipasi supaya tidak roboh.

Meski demikian, karena ketiadaan ruangan, ruang kelas terpaksa tetap dipakai belajar. Sekolah tersebut memiliki 125   murid yang dibagi menjadi enam rombongan belajar. Namun hanya memiliki empat ruang kelas. Karena itu, terpaksa sekolah  memberlakukan sistem sekolah pagi dan siang.

    

Menurut para orang tua, ruang kelas yang ditempati saat ini sudah mendesak untuk direhab total. Kecemasan itu makin jadi mengingat saat ini selalu terjadi angin kencang dan hujan deras. Olehnya itu, para orang tua siswa berharap pemerintah Kabupaten Bogor segera mengalokasikan anggaran perbaikan, khususnya pad APBD-Perubahan 2016.   

Pemkab diminta tidak menunda-nunda waktu karena sangat berisiko tiba-tiba ambruk dan menimbulkan korban jiwa. Bahkan ada orang tua siswa bersedia menghibahkan sebagian tanahnya yang berada di dekat lokasi sekolah, jika sekiranya Pemda segera membangunkan ruang kelas baru (RKB).

Kepala Sekolah SDN Leuwibatu 01 Ati Nurkhasanah mengatakan selama ini pihak sekolah sudah melaporkan kondisi sekolah ini ke Pemda Kabupaten melalui UPT dan Dinas Pendidikan. Namun belum  mendapat respons.   

Bahkan, dalam berbagai kesempatan informal sudah sering mengkomunikasikan persoalan  ruang kelas rusak ini ke anggota DPRD Bogor, namun tidak ada tindaklanjut. Sama dengan orang tua murid, Kepala Sekolah juga menegaskan harapannya ke Pemda agar pada pembahasan APBD-Perubahan tahun 2016 ini, sekolah ini mendapat prioritas perbaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement