Ahad , 24 Jul 2016, 07:29 WIB

Yuk, Ikuti Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 untuk 'Homestay'

Red: Nur Aini
Antara/Darwin Fatir
Warga bersantai di beranda rumah adat di Kampung Adat Waiyapu di Desa Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Daya Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis, (25/2).
Warga bersantai di beranda rumah adat di Kampung Adat Waiyapu di Desa Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Daya Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis, (25/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anda seorang arsitek? Desainer rancang bangun homestay? Buruan ikut Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 yang membangun homestay atau pondok wisata yang digelar BKRAF bersama Kementerian Pariwisata yang sudah diluncurkan di Jakarta Convention Centre (JCC), Jumat (22/7).

”Kelak, pondok wisata itu akan dikelola masyarakat dan juga menjadi daya tarik tersendiri di destinasi wisata prioritas,” ujar Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI.

Dia menjelaskan arsitektur nusantara dipilih karen, seni dan budaya membangun rumah adat di Indonesia itu sangat beragam. Ratusan jumlah suku memiliki ratusan model arsitektur pula. Tetapi kini, heritage design itu makin tergusur oleh model-model minimalis yang menyerbu di hampir semua kota di tanah air, termasuk daerah-daerah yang diproyeksikan menjadi kawasan pariwisata.

Dia mencontohkan atap rumah begonjong di Minang Kabau sudah mulai susah dicari di Bukittinggi, Sumatera Barat pun. Karena itu, saat mengunjungi destinasi baru Mandeh dan Sungai Nyalo, Pesisir Selatan, Sumbar, Presiden Joko Widodo mengingatkan agar arsitektur Nusantara dipertahankan.

Begitu pun arsitektur di daerah lain, seperti Rumah Adat Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola. Atapnya seperti Minang Kabau, tetapi tidak runcing dan lengkungannya tidak seekstrem Minang. Rumah Bolon berbentuk persegi empat, mirip rumah panggung, tinggi dari tanah sekitar 1,75 meter, sehingga jika ada tamu harus menggunakan tangga dan menundukkan kepala, karena pintunya kecil dan pendek.

Selain itu, rumah adat khas juga dimiliki Toraja, Jawa dengan Joglo dan Pendopo Limasan, Kudusan, Betawi, Sunda, Bali dengan ornamen warna orange dan batu hitam ukir, Kalimantan yang rata-rata rumah panggung, Sulawesi juga rumah kayu panggung karena menghindari serbuan binatang buas. Ornamen-ornamen dan desain itulah yang disayembarakan, untuk mendapatkan model terbaik.  

Mantan Direktur Telkom itu juga menambahkan bahwa langkah melestarikan dan mengembangkan desain arsitektur nusantara untuk pariwisata prioritas, tidak hanya sebagai upaya menjaga kearifan budaya lokal Indonesia. Tetapi juga untuk melahirkan ikon-ikon desain bangunan dan infrastruktur lingkungan yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.

”Jadi nantinya jika pondok wisata atau homestay itu sudah dibangun, maka akan dijual kepada masyarakat melalui sistem KPR dengan suku bunga tetap sebesar 5 persen dan uang muka 1 persen. Jadi jatuhnya sangat murah, dan tidak akan ada yang lebih murah dari itu,” ujar dia.

Arief mengatakan, nantinya pondok wisata akan dibangun pihak pengembang bekerjasama dengan perbankan. Ditargetkan, 100 ribu pondok wisata itu sudah terbangun pada 2019. ”Ini akan menjadi bisnis pariwisata untuk masyarakat,” ujarnya.

Arief juga menjelaskan terkait dengan arsitektur dengan pariwisata. Kata pria asal Banyuwangi itu memang kaitannya tidak langsung tetapi sangat berperan dalam memberikan nilai tambah pada dunia pariwisata.

”Tentunya nanti, estetika desain dan kualitas homestay atau pondok wisata adalah faktor penting yang mempengaruhi wisatawan berkunjung ke Indonesia,” kata Arief.

Oleh karena itu, kata Arief, sejalan dengan program Kementerian Pariwisata yang ditargetkan  oleh Presiden untuk meraih jumlah wisman 20 juta sampai 2019. Ide kreatif dari para arsitek di seluruh Indonesia di proyek pembangunan manapun, sangat diharapkan bisa memberikan kontribusi nilai tambah dengan merancang desain arsitektur dan keindahan estetika  kawasan dengan desain-desain untuk kawasan yang akan dikembangkan ini.

”Desain yang mampu mengikuti tuntutan modern, namun tidak meninggalkan keunikan dan kearifan lokal budaya setempat,” beber Arief.

Dukungan yang diberikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementrrian Pariwisata antara lainmewujudkan pertumbuhan market share arsitektur menjadi 4 persen pada 2019, mendorong ditetapkannya ciri atau identitas arsitektur nusantara, memfasilitasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) secara online,dan mengajak pengusaha loka (stakeholders) sebagai lokomotif pengembangan bisnis desain dan arsitektur nusantara.

Pada malam Arsitektur Nusantara 2016 yang diselengarakan Propan Raya, Produsen Cat Indonesia, hadir dalam acara itu antara lain Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan dan Presiden Direktur Propan Raya Hendra Adidarma. Pada kesempatan itu Menhub  juga memberikan penghargaan kepada tim pemenang utama sayembara desain bandara udara nusantara 2015. Sayembara itu dimenangkan oleh PT Nataneka Asimateris dengan ketua timn Sukendro Sukendar Priyoso untuk Bandara Mali Alor, Nusa Tenggara Timur ( NTT).