Rabu 22 Jun 2016 09:15 WIB
Kontroversi Perumus Pancasila

Ekonomi Pancasila pada Mulanya

Pancasila

Sebelum menutup artikelnya, Emil mengumpamakan sistem Ekonomi Pancasila ini seperti lalu lintas di Jakarta. Masing-masing anggota masyarakat bebas berjalan di jalan-jalan. Akan tetapi, dalam kebebasan itu terkandung pertanggungjawaban untuk mengutamakan kepentingan umum.

“Kita tak bisa sesuka hati tancap gas dan membahayakan lalu lintas. Karena itu maka peraturan lalu lintas harus dipatuhi. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas, polisi lalu lintas menguasai tempat-tempat strategis, seperti simpang empat, lima dan sebagainya. Polisi lalu lintas tidak menguasai semua jalan, paling-paling sewaktu ia mengecek dan mengontrol. Jalan yang kita pijak, hawa yang kita hirup, sungguh pun kita jalani, adalah bukan milik individu, tetapi milik negara,” ujar Emil mengibaratkan. “Maka begitulah secara sederhana sistem ekonomi Pancasila,” kata dia melanjutkan.

Sementara Prof Mubyarto menjelaskan, Ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang sejalan, sesuai, dan setia, pada asas-asas Pancasila. Menurut Mubyarto, apabila satu pemerintah kabupaten/kota memiliki propeda (program pembangunan daerah) yang diarahkan secara konsekuen untuk mewujudkan keadilan sosial atau mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pemerintah yang bersangkutan dapat dikatakan sudah menerapkan sistem Ekonomi Pancasila.

Sistem ini juga merupakan sistem ekonomi pasar yang mengacu secara utuh pada sila kelima Pancasila. Demikian pula, lanjut Mubyarto, bila satu perusahaan (swasta atau BUMN) mampu terus menerus meningkatkan kesejahteraan karyawannya sehingga perbedaan penghasilan antara staf tertinggi dan karyawan terendah makin kecil, misalnya makin mendekati angka 20:1, maka perusahaan yang bersangkutan boleh dikatakan telah menerapkan asas sistem Ekonomi Pancasila.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement