Prinsip demokrasi ekonomi, lanjut Emil, juga menjelma dalam pasal 33 “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. “Di sini (dalam penjelasan tentang UUD) menonjol tekanan pada “masyarakat”: “Produksi dikerjakan di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-nggota masyarakat,” katanya.
Kemakmuran masyarakat menjadi yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. “Masyarakat” tidak sama dengan “negara”.
“Sehingga jelaslah bahwa sistem ekonomi Pancasila tidak saja menolak free fight liberalism akan tetapi juga etatisme (ekonomi komando), di mana negara beserta aparatur ekonomi negara berdomisili penuh dan mematikan inisiatif masyarakat,” ujar Emil. Tetapi ini tidak berarti negara lalu berpangku tangan.
Pasal 33 juga menekankan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sedangkan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dikuasai negara untuk digunakan bagi kemakmuran rakyat.
“Jadi negara menguasai sektor-sektor yang strategis,” kata Emil.