Rabu 22 Jun 2016 05:26 WIB
Kontroversi Perumus Pancasila

Desukarnoisasi Orde Baru (tulisan 3)

Nugroho Notosusanto
Foto: wikipedia
Nugroho Notosusanto

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Nasihin Masha

Kelahiran Orde Baru merupakan pembalikan terhadap Orde Lama (Demokrasi Terpimpin). Selain melakukan pembersihan terhadap pengikut Sukarno, isolasi terhadap Sukarno di sisa hidupnya sejak mundur dari jabatan presiden, serta penempatan lokasi kuburan di Blitar dan bukan di Bogor sebagaimana keinginannya, upaya desukarnoisasi juga dilakukan di lapangan ideologi.

Dengan doktrin “kembali ke Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen” -- Orde Lama juga memiliki doktrin kembali ke Pancasila dan UUD 1945 namun dinilai tak murni dan konsekuen, karena misalnya memasukkan komunisme yang anti-Tuhan maupun penetapan presiden seumur hidup dan anggota parlemen yang diangkat presiden – sama saja artinya menengok ke peran utama Sukarno dalam hal ideologi Pancasila.

Sepuluh tahun pertama, rezim Orde Baru melakukan konsolidasi di lapangan politik dan pemenuhan kehidupan ekonomi yang lebih stabil dan lebih baik. Maka pada paro kedua dekade 1970, tepat 10 tahun setelah pelantikannya sebagai presiden, pada 1976 Soeharto masuk ke hal yang substansial, yakni di lapangan ideologi.

Hal itu dimulai dengan lahirnya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Hal ini hanya satu tahun setelah melahirkan Panitia Lima yang menyampaikan “Uraian Pancasila”. Pada 1978, pemerintah mulai menyelenggarakan penataran P4.

Menyebut Pancasila berarti menggelorakan Sukarno. Pada 1978, sejarawan yang juga tentara dan kemudian menjadi rektor UI dan menteri pendidikan dan kebudayaan, Nugroho Notosusanto, menerbitkan buku Naskah Proklamasi yang Otentik dan Rumusan Pancasila yang Otentik.

Dalam kata pengantarnya, Nugroho mencatat bahwa penulisan buku ini berawal dari pertanyaan para siswa atau peserta di lembaga pendidikan ABRI (kini TNI) seperti di sekolah staf dan komando dan juga di Lemhannas. Buku ini memang berawal dari brosur untuk lingkungan internal. Hal ini terlihat dari kata pengantar oleh Letjen TNI Daryatmo, kepala staf kekaryaan Hankam. Kata pengantar itu bertanggal 17 Agustus 1971.

Dalam buku tipis itu Nugroho sudah menegaskan bahwa Pancasila lahir pada 18 Agustus 1945. Secara retoris ia menulis, “Bilamanakah Pancasila yang sah itu dilahirkan atau disahkan? Jawabnya adalah: bersamaan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengandungnya, yakni pada tanggal 18 Agustus 1945”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement