Senin 20 Jun 2016 13:27 WIB

Kemenristek Kembangkan Penelitian Penggemukan Sapi Lokal

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Dwi Murdaningsih
Peternakan dan penggemukan sapi milik grup Japfa Comfeed Indonesia di Desa Negara Batin, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Selasa (21/10).
Foto: Republika/ Mursalin Yasland
Peternakan dan penggemukan sapi milik grup Japfa Comfeed Indonesia di Desa Negara Batin, Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Selasa (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi tengah mengembangkan riset penggemukan sapi lokal untuk menekan impor. Menristek Muhammad Nasir mengatakan, kementeriannya telah melakukan riset penggemukan sapi bali yang bisa memiliki bobot hingga 500 kilogram per ekor. Selain itu, untuk jenis sapi dari Sumba bisa memiliki bobot 700 kilogram sampai satu ton.

"Kalau kita kembangkan betul dan kita aplikasikan, saya yakin dapat mengurangi impor 15-20 persen lima tahun ke depan," ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/6).

Menurut Menristek, hasil riset tersebut sudah memiliki label SNI dan siap disebarluaskan. Dia berpendapat, pengembangan sapi lokal merupakan solusi defisit daging yang terjadi saat ini.

Sebab, jika yang dikembangkan sapi impor, hasilnya tak akan maksimal karena iklim Indonesia yang tak cocok dengan negara asal sapi impor. Sementara Indonesia sebenarnya juga memiliki sapi jenis lokal yang unggul, yakni sapi bali, sapi madura dan sapi sumba. Ketiga jenis sapi tersebut tersebar merata, bahkan hingga ke Papua. Hanya saja jumlahnya belum mencukupi kebutuhan daging nasional.

Menurut Nasir, riset pengembangan sapi lokal sebenarnya sudah dilakukan Kemenristek sejak 2010. Saat ini, petak-petak percobaan penggemukan sapi lokal sudah dibuat di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, NTT dan NTB.

"Yang kami kembangkan paling besar ada di Enrekang, Sulawesi Selatan. Ada lahan 250 hektare, kami siapkan 1.000 ekor," ujarnya.

Nasir melanjutkan, inseminasi buatan juga sudah mulai dilakukan pada sapi-sapi indukan. Setahun ke depan, sapi-sapi tersebut akan melahirkan anak-anak sapi unggul yang siap dipanen pada tahun kelima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement