Jumat 10 Jun 2016 17:00 WIB

Hiromitsu Harada, Pemilik Usaha Kuliner Masakan Jepang Aji-Kuu Japanese Food: Promosi Kuliner Jepang Lewat Manajemen Bisnis ‘’Senyum Koki‘’

Red:

Bagi Hiromitsu Harada alias Chef Hara, membangun bisnis kuliner sama halnya dengan membina kepercayaan antarmanusia. Koki asal Negeri Sakura tersebut selalu berupaya konsisten menghadirkan masakan-masakan ala Jepang yang memiliki rasa eksklusif. Sehingga, para pengunjung dan pelanggan hanya bisa menemukan sensasi rasa masakannya di tempat ia berjualan. "Tangan orang berbeda-beda, jadi masakan saya tidak akan bisa ditemukan di restoran lain," kata dia kepada Republika beberapa waktu lalu, saat ditemui di Kios Aji-Kuu, kawasan Pejaten Raya No 1 Dapur Pejaten, Jakarta. Memperkenalkan masakan Jepang kepada masyarakat Indonesia tidak terlalu sulit, karena kebanyakan penikmat kuliner menyukai budaya Jepang dan karya-karya kreatif Jepang di bidang hiburan. Sifat masyarakat Indonesia yang terbuka dan memiliki rasa penasaran tinggi juga memudahkan bisnis kuliner yang telah ia rintis sejak puluhan tahun ini. Chef Hara juga memiliki keunggulan di antara pelaku bisnis lainnya, yakni popularitas. Ia sempat mengisi acara memasak di salah satu sasiun TV, berakting di film, serta menjadi pengisi acara hiburan dan talkshow. Sosoknya berhasil menarik perhatian massa dengan jurus andalan berupa "Senyum Koki".

***

Chef Hara menginjakkan kaki pertama kali di Bandara Halim Perdanakusuma pada 1987. Kala itu, ia ditawari pekerjaan sebagai kepala koki di salah satu restoran Jepang di kawasan Jakarta Selatan. Setelah melakukan observasi selama sepekan, Chef Hara pun memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan tersebut dan memutuskan menetap di Indonesia. Sebelumnya, ia mengaku tak tahu di mana letak Indonesia dan jenis negara macam apa. Ia hanya tahu bagian dari Indonesia bernama Jawa, karena di negara asalnya, ia familiar dengan "Java Kari".

Tapi ketika mengenalnya, ia terpesona. Meski tetap, ia menilai masih ada jarak kualitas yang jauh antara Jepang dan Indonesia dari sisi perekonomian. Ia tertarik kepada Indonesia, terutama karena melihat masyarakatnya yang ramah dan suka tersenyum. "Kalau orang Jepang tidak akan senyum kalo tidak ada yang lucu, tapi orang di sini selalu tersenyum, kelihatan hatinya," kata Chef Hara memulai cerita. Ia bahkan tertarik dengan agama mayoritas masyarakat Indonesia dan memutuskan menjadi muallaf selang setahun tinggal di Jakarta.

Ia cukup percaya diri menjadi kepala koki di restoran tersebut, karena telah mengantongi bekal belajar memasak selama tujuh tahun di Tokyo. Kala itu, ia telah menguasai teknik membuat sushi, sashi mi, udon, ramen, yakitori dan lain sebagainya. Memasak di Indonesia, ia harus belajar kembali. Terutama ketika memilih bahan masakan yang dipakai, karena hal tersebut menjadi awal penentu kualitas rasa. Yang menurutnya juga prioritas, adalah penguasaan teknik modifikasi makanan, menyesuaikan dengan lidah pribumi dan memasak menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dalam negeri. Meskipun tetap ada sejumlah bahan masakan pokok yang diimpor langsung dari negara asal, agar tak menghilangkan cita rasa asli kuliner Jepang.

Tiga tahun menjadi kepala chef, ia pun kemudian memutuskan untuk membuka usaha restoran sendiri. Chef Hara memang telah mempersiapkan diri menjadi pengusaha kuliner dan mengumpulkan uang dari hasil pendapatannya sebagai kepala koki. Baginya, memasak akan lebih luwes dan tak terbatas kreasinya ketika seorang koki dapat meminpin dapur dan restoran sendiri. Sebenarnya, jika ingin nyaman, bisa saja ia terus menjadi kepala koki dan bekerja untuk orang lain. Di samping gaji bulanan terjamin, ia juga bisa terus memasak dari rangkaian menu yang tersedia. Tapi Chef Hara menyukai tantangan dan hal-hal baru, terutama di bidang modifikasi makanan. Maka dari itu, keputusan membuka restoran sendiri pun dirintisnya bersama istri tercinta.

"Pada 1990, saya bersama istri membuka restoran di Melawai, namanya Aji-Hara," katanya. Aji artinya "rasa" dan Hara adalah namanya sendiri. Itulah bisnis kuliner perdana yang ia rintis dengan modal awal Rp 500 juta-an. Menu yang ditawarkan di antaranya sashi mi, sushi dan soba. Tersedia pula mi ramen, udon dan makanan ala Jepang lainnya. Memiliki restoran, berarti tugasnya bukan hanya memasak di dapur. Chef Hara juga harus putar otak bagaimana merancang desain interior dan eksterior restoran. Menata meja makan, mengorganisasi karyawan dan mengurus perizinan usaha. "AC, listrik, karyawan, pelanggan, semua harus diperhatikan," ujarnya. Menurutnya, tidak ada bisnis yang praktis. Tapi akan ada hasil yang memuaskan ketika seorang pengusaha mau bekerja keras dan disiplin.

Kunci keberhasilannya dalam menjaga semangat memasak dan berbisnis adalah Manajemen "Senyum Koki". Artinya, berusaha harus diiringi dengan hati yang bahagia. Energi positif dari dalam diri sangat efektif mendatangkan rezeki yang tak diduga-duga. Sejak 1990 hingga 2012, usahanya terbilang lancar dan terkenal. Tetapi, restoran tersebut harus ditutup karena bisnisnya tersandung krisis moneter 1998. Daya beli masyarakat menurun, pun ia kesulitan mendatangkan bahan baku impor. Di sisi lain, restoran harus terus berjalan.

Penyulut tutupnya restoran juga disebabkan ia mendapat tawaran mengisi acara memasak di salah satu stasiun TV. Pembawaannya menampilkan diri di layar kaca cukup digemari para pemirsa. Hal itu disebabkan karena gaya pembawaan Chef Hara yang jenaka dibarengi skill memasak yang terpercaya. Sebab populer, ia kerap diundang mengisi ragam acara lainnya, entah sebagai bintang tamu atau pun koki. Konsep "Senyum Koki" ia bawa dalam setiap penampilannya, karena dirasa efektif membawa suasana bahagia. Chef Hara juga kerap eksis di acara festival Jepang sembari mempromosikan masakannya. Memasak, lanjut dia, butuh kedisiplinan dan konsentrasi. Tapi kegiatan tersebut harus menyenangkan, tidak tegang.

Chef Hara ingin konsisten mengasah profesinya sebagai pengusaha dan koki. Ia tak mau terlena di ranah entertainment saja. Pasca Restoran Aji-Hara tutup, ia bangkit lagi membuka kios di foodcourt Cinere Mall bernama "Ramen chef". Kios juga ia buka di foodcourt kawasan Kuningan dan Bank Indonesia. Tapi, saat ini restoran yang aktif dijalankannya yakni di Aji-kuu Japanese Food Pejaten dan Aji-kuu Epicentrum Kuningan, Jakarta. Khusus untuk restoran di Pejaten, ia bangun dengan modal awal sekitar Rp 50 juta. Selang tiga bulan beroperasi, omzet usahanya telah mencapai Rp 16 juta per bulan. "Kita terus melakukan promosi sembari memperhatikan karakteristik kawasan," tuturnya.

Dengan manajemen bisnis "Senyum Koki", ia berusaha menjaga kualitas rasa setiap menu. Mayoritas bahan baku ia racik sendiri, dan mi untuk ramen pun diolah sendiri. Jadi, kuncinya yakni menjaga agar konsumen kembali dan menjadi pelanggan, lalu memperluas jangkauan konsumen untuk mengakses masakan-masakan Jepang buatannya. Ia juga membuat mini ramen dengan harga ramah bagi kantong pelajar dan mahasiswa. Strategi yang paling diandalkannya yakni melalui Instagram. Di sana, ia bisa menunjukkan hasil-hasil masakannya sembari menunjukkan hobi-hobi dan ketertarikan seorang koki melalui gambar.

Ke depan, ia juga ingin membuka waralaba agar produk masakan Aji-Kuu bisa dikenal tidak hanya di Jakarta, tapi juga menjangkau kota-kota dan pulau lainnya di Indonesia. Ia tengah merancang model duplikasi, utamanya detail karakteristik masakan eksklusif ala Aji-Kuu. Strategi yang dilakukan, yakni membangun jaringan. Sejumlah relasi akan ia ajak bekerja sama, mengingat masakan Jepang belum kehabisan daya tarik dan peminat. "Ada Bali, Surabaya, Semarang, Bandung, Sumatra ada Palembang, Medan, kita sedang nyari-nyari relasi," katanya.   Oleh Sonia Fitri, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Biodata Narasumber:

Nama: Hiromitsu Harada ,

TTL: Aomori Japan 29 Mei 1961

Alamat: Jalan Kangkung No 5 Cinere Depok ,

Nama brand: Aji-Kuu Japanese Food

Instagram: Hiromitsu Harada

No kontak: 0812 8581 7111

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement