Jumat 10 Jun 2016 06:57 WIB

DPD: Saatnya Pelaku Kekerasan Seksual Dipidana Berat

Rep: qommaria rostanti/ Red: Taufik Rachman
Fahira Idris
Foto: dokpri
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dinilai menjadi RUU yang paling mendesak untuk dibahas. Semangat RUU tersebut sangat luar biasa karena berupaya menggerakkan masyarakat untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual.

“Ketika UU ini disahkan, saya harap tidak ada lagi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang biasa-biasa saja terhadap pelaku kekerasan seksual," ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangan persnya, Jumat (10/6). Apalagi jika kekerasan dilakukan secara sadis, biadab, berulang-ulang dan mengakibatkan kematian.

Apabila sudah disahkan, UU diharapkan mampu mengisi kelemahan atau celah-celah UU lain seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan UU Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Terutama juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tentunya harus mampu menetapkan sanksi tegas bagi pelaku. Di sisi lain, UU tersebut diharapkan dapat membuat siapa saja takut melakukan kekerasan seksual.

Fahira berharap selain efektif mencegah kekerasan seksual, UU ini nantinya memberikan ruang bagi korban sebagai subjek dalam sistem peradilan pidana. Di sisi lain, UU tersebut juga mempunyai mekanisme pemulihan yang jelas bagi korban dan keluarganya, mengutamakan hak-hak korban, serta memberi energi baru bagi bangsa untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement