DPR Desak Pemerintah Kembali Bahas Ratifikasi FCTC

Sabtu , 28 May 2016, 15:29 WIB
 Warga menjemur daun tembakau non rajang di Wekas, Magelang, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warga menjemur daun tembakau non rajang di Wekas, Magelang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas menegaskan ratifikasi terhadap kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC) mendesak dilakukan. DPR menilai aturan itu berpeluang memudahkan pengendalian peredaran produk tembakau di Indonesia.

"Ratifikasi FCTC kami rasa perlu. Dengan aturan ini, ada pedoman untuk menyelaraskan berbagai aturan yang terkait produk tembakau," ujar Supratman kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (28/5).

FCTC dinilai dapat menjadi perangkat kerja pemerintah untuk mengatur industri tembakau. Aturan itu pun dapat memudahkan DPR membahas harmonisasi RUU pertembakauan.

Dia menjelaskan, saat ini sudah ada lebih dari 180-an negara di dunia yang menandatangani ratifikasi FCTC. Indonesia termasuk satu dari sembilan negara yang belum menandatangani aturan itu.

Adapun tujuan utama ratifikasi adalah membatasi peredaran produk tembakau dan mengendalikan konsumsi produk tembakau. FCTC juga mengatur adanya penerapan cukai rokok sebesar 70 persen.

Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasuludin mengungkapkan hal serupa. Komisi IV diakui Andi kini sedang mendorong pemerintah agar mau kembali membahas ratifikasi itu.

"Kami dorong secepatnya ratifikasi kembali dibahas pemerintah. Industri tembakau perlu punya dasar kerangka aturan yang memadai," tutur dia.

Saat disinggung tentang harmonisasi RUU pertembakauan, Andi mengungkapkan hingga kini pihaknya masih menerima masukan dari berbagai pihak. Menurut dia, ada tiga hal dasar dalam RUU yang perlu diselaraskan. Ketiganya yakni aturan tentang cukai tembakau, aturan terkait industri tembakau dan perlindungan tenaga kerja dalam industri tembakau.

"Isu yang mencuat di kalangan masyarakat adalah soal tenaga kerja industri tembakau, kesehatan dan isu adanya titipan dari industri rokok asing. Kami berupaya menepis anggapan yang terakhir dengan menyelaraskan dua isu sebelumnya," ucap dia.