Rabu 25 May 2016 16:14 WIB

Indonesia Timur Cemburu Soal Elektrifikasi di Daerah

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas melakukan pemeriksaan jaringan listrik ilegal pada tiang milik PLN sebelum dilakukan pembokaran di Kawasan Tugu Tani, Jakarta, Jumat (26/2).
Foto: Akbar Nugroho Gumay
Petugas melakukan pemeriksaan jaringan listrik ilegal pada tiang milik PLN sebelum dilakukan pembokaran di Kawasan Tugu Tani, Jakarta, Jumat (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puluhan kepala daerah mulai dari Gubernur, Wakil Gubernur, serta Bupati dan Walikota berkumpul bersama Dewan Perwakilan Daerah dan jajaran pejabat PLN, guna membahas persoalan listrik di wilayah Indonesia Timur. Kepala daerah tersebut mengeluhkan minimnya pasokan listrik di pulau-pulau terluar serta tempat-tempat terpencil.

Gubernur Sulawesi tengah Longki Djanggola mengatakan, saat ini posisi elektrifikasi wilayahnya baru mencapai 77, 8 persen. Artinya, kata dia, baru 75 persen penduduk yang menilmati listrik atau sekira 25 persen penduduk yang belum menikmati listrik.

"Masyarakat semakin cemburu dan bergejolak dengan perlakuan dari pemerintah. Contoh Palu, di Ibukota terang, tapi diatas gunung tidak ada listrik, padahal ada ratusan KK. Begitu saya tanya ke PLN, ini punya negara, kita cari untung, sehingga karena sulit jadi tidak dipasang," kata Longki, saat menyampaikan aspirasinya kepada ketua DPD, Irman Gusman, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (25/5).

Ketua DPD: PLN Jangan Monopoli Produksi Listrik

Ia menyatakan, seharusnya tidak ada alasan bagi PLN untuk tidak menyediakan kebutuhan listrik. Apalagi, kalau alasannya adalah terkait dengan keuntungan. Sebab, saat ini sudah ada energi alternatif yang bisa diberdayakan.

"Sekarang belum banyak program pemerintah untuk energi alternatif," katanya.

Selain itu, dia juga mengeluhkan soal sulitnya pembebasan lahan, Longki menilai itu akibat dari PLN yang tidak melibatkan Pemda setempat. PLN dianggap baru melibatkan pemerintah ketika terjadi masalah dalam proses pembebasan. Selama ini, PLN tidak pernah memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai jaringan tegangan tinggi yang mereka khawatirkan. Belum lagi, PLN dituding lebih memilih transaksi penjualan tanah dengan kepala desa.

"Kalau cuma kepala desa, bisa tidak sampai biaya ganti rugi. Sudah ada beberapa kepala desa saya pecat," ungkapnya.

Selain itu, lanjut dia, sebenarnya banyak investor yang ingin membangun pembangkit listrik. Namun, Longki ingin PLN mau membeli energi yang dibangun swasta. Akan tetapi, ia mengeluhkan PLN sepertinya sulit membeli energi dari pihak swasta. "PLN sepertinya tidak rela kalau ada kompetitor," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement