Kamis 19 May 2016 09:15 WIB

Hipertensi Sebabkan Pria Alami Disfungsi Ereksi

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Kandungan garam yang tinggi pada daging olahan memicu hipertensi.
Foto: ist
Kandungan garam yang tinggi pada daging olahan memicu hipertensi.

REPUBLIKA.CO.ID, Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu faktor risiko penyebab kematian pertama di dunia. Tak hanya menyebabkan kematian, hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke, demensia, gagal ginjal dan jantung.

Bahkan Wakil Ketua 1 Indonesian Society of Hipertension (InaSH), dr Tunggul D. Situmorang, SpPD-KGH, hipertensi telah terbukti juga menimbulkan berbagai macam penyakit, salah satunya Disfungsi Ereksi (DE). Menurutnya hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan arteriosclerosis, yaitu penebalan dan pengerasan dinding pembuluh darah termasuk pembuluh darah yang berperan pada proses ereksi. Sebelum terjadinya arteriosclerotis secara nyata sebenarnya sudah terjadi proses gangguan atau kerusakan endotel pembuluh darah tersebut yang disebut endothelial dysfunction.

“Proses ini menyebabkan perubahan fungsi dan perubahan struktur pembuluh darah (vasculophathy-kelainan pembuluh darah yang disebabkan oleh berbagai macam hal) dan hal inilah yang menyebabkan gangguan DE. Ini karena aliran darah makin kecil, makin sedikit. Kalau aliran darah tidak cukup terjadilah DE,” jelas pria yang juga ahli ginjal hipertensi ini kepada wartawan dalam Press Conference World Hypertension Day di Jakarta, Rabu (18/5).

Ia menjelaskan DE dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pencapaian atau mempertahankan ereksi yang adekuat secara terus menerus sampai aktivitas seksual tersebut selesai dengan sempurna. Kondisi ini akan menyebabkan distres dan kesulitan berhubungan dengan pasangan. DE merupakan masalah yang menakutkan bagi pria dewasa terutama karena dapat menyebabkan ketidakharmonisan hubungan dengan pasangan dan dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Prevalensi DE mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data WHO dan kepustakaan tahun 1955 ada sekitar 152 juta penderitanya, dan tahun 2025 diprediksi akan ada 200 sampai 300 juta penderita jika tidak ada tindakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement