'Sangat Mungkin Bagi Indonesia untuk Capai Kedaulatan Pangan'

Selasa , 17 May 2016, 16:03 WIB
 Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo
Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo mendorong pemerintah untuk bisa mewujudkan kedaulatan pangan. Hal tersebut diungkapkannya usai sidang paripurna DPR, Senayan, Selasa (17/5).

Dia mengatakan sangat mungkin bagi Indonesia untuk mencapai kedaulatan pangan. Pertama, karena mayoritas penduduk Indonesia mata pencariannya di sektor pertanian. Kedua iklim di Indonesia hanya mengenal dua musim, yakni hujan dan kering, hal ini memungkinkan untuk bisa ditanami sepanjang tahun.

Ketiga enam puluh persen cadangan pangan di Khatulistiwa itu ada di Indonesia. Hal Ini menandakan bahwa Indonesia memang tempat yang strategis di sektor pangan, bisa ditanami sepanjang musim selama masih ada tanah, matahari dan hujan. Kita memiliki tanah yang sangat subur.

"Kondisi-kondisi demikian merupakan peluang besar bagi negara kita,” kata Edhy.

Sayangnya, lanjut politisi dari Fraksi Partai Gerinda ini, dari tahun ke tahun system pengelolaan pangan di Indonesia masih tidak berubah. Setiap Ramadhan, Idul Fitri, tahun baru dan hari-hari besar lainnya terjadi kelangkaan pangan. Ia melihat yang salah dari semua itu ada pada tata kelola yang kurang baik.

“Kalau penekanan masalahnya hanya pada produksi, saya melihat tidak juga. Karena cadangan beras kita di Bulog itu ada lebih dari dua juta ton, artinya kita punya kemampuan. Ada peningkatan tanam. Ada empat ratus ribu hektar pertambahan tanaman baru, dan ini bisa ditingkatkan lagi. Sehingga jika bicara tentang produksi pangan kita bagus, tidak ada masalah,” ungkapnya.

Dia mendorong Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan sebagai pengelola distribusi pangan untuk berkordinasi dan bekerjasama dengan baik. Sektor perdagangan jangan merasa karena memiliki hak impor maka mindset nya selalu impor. Hanya karena satu kota yang mengalami kelangkaan maka menganggap hal itu juga berlaku bagi kota lain. Sehingga langsung mengambil langkah impor. Padahal kondisi satu daerah berbeda dengan daerah lainnya.

“Misalnya saja beberapa waktu lalu, di Bandung hanya cabai mencapai 45 ribu per kilo, ketika pemerintah akan impor cabai ternyata di Cianjur harga cabai berkisar 20-15 ribu per kilo, cabai dalam negeri malah surplus. Untungnya impor bisa digagalkan, kalau tidak petani semakin menjerit karena harga semakin jatuh," kata dia.