Jumat 06 May 2016 18:17 WIB

Keamanan Siber Tolok Ukur Keberhasilan Ujian Nasional

Ujian Nasional
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ujian Nasional

REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Lembaga Riset Keamanan Cyber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) menyatakan faktor keamanan siber menjadi salah satu tolok ukur kesuksesan ujian nasional berbasis komputer.

"Oleh karena itu, pemerintah wajib menjaga keamanan data digital bahan Ujian Nasional (UN) 2016 tingkat SMP dan sederajat, mulai dari distribusi ke sekolah sampai distribusi hasil ke kementerian. Begitu pula, sebaliknya," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan CISSReC Pratama Persadha menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Jumat.

Menyinggung pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK) tingkat sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat pada tahun 2016, Pratama mengatakan, "Belum ada masalah peretasan yang menyerang sistem ujian nasional berbasis komputer."

Ia menilai pelaksanaan UNBK 2016 tingkat SMA dan sederajat relatif sepi dari berita kecurangan. Tidak seperti tahun lalu, beberapa guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI) melaporkan terjadinya kebocoran soal UN. Mereka menyatakan berhasil mengunduh 25 dari 30 soal UN di Google Drive.

"Bila terjadi kebocoran soal UN berbasis komputer, bisa dilacak asal muasal soal tersebut dari internet, bisa diketahui siapa yang meng-'upload'," katanya.

Selain keamanan distribusi soal, menurut dia, harus ada jaminan jaringan lokal sekolah penyelenggara.

"Ini juga harus diamankan, jangan sampai kesiapan di sekolah-sekolah diabaikan. Pengamanan lokal penting, begitu juga dengan suplai listrik," katanya.

Ia menegaskan bahwa UNBK sebenarnya tidak "online", tetapi memakai server di masing-masing sekolah. Oleh karena itu, bila listrik mati, misalnya, harus ada server "backup" yang memadai.

Pemerintah, lanjut dia, juga bisa mengadopsi enkripsi untuk menjamin tidak bocornya soal UN. Dengan enkripsi ini nantinnya hanya beberapa pejabat yang diberi kewenangan memegang kunci untuk dekripsi atau membuka bahan.

"Begitu pula, dengan hasil pekerjaan siswa dan nilai yang keluar harus dienkripsi. Ini langkah preventif mencegah tangan-tangan jahil 'hacker' (peretas)," katanya.

Di lain pihak, dia mengatakan bahwa UN berbasis komputer ini menghemat anggaran distribusi dan menghemat waktu.

Pemerintah, menurut Pratama, bisa mulai menyusun daerah dan sekolah mana saja yang bisa melakukan UN dengan komputer. "Syukur-syukur ke depan bisa dengan sistem 'online'," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement