Jumat 22 Apr 2016 23:46 WIB

Mitsubishi Tersangkut Isu Uji BBM, Bagaimana Nasib Pabrik di Indonesia?

Mitsubishi eK Wagon
Foto: Mitsubishi
Mitsubishi eK Wagon

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) memastikan kalau isu ketidaksesuaian pengujian konsumsi bahan bakar yang terjadi pada empat produk minicar Mitsubishi di Jepang tak akan berpengaruh terhadap produk di Indonesia. 

"Tidak ada efek langsung kepada Indonesia. Disebutkan juga MMC (Mitsubishi Motor Corps) akan melakukan investigasi langsung terhadap produk domestik (Jepang) dan global, kami mengantisipasi yang global itu," ujar Presiden Direktur KTB Hisashi Ishimaki di Jakarta, Jumat (22/4) malam.  

Ia memastikan, isu itu juga tidak akan memengaruhi rencana investasi perusahaan untuk membangun pabrik berkapasitas 160 ribu unit per tahun yang akan siap berproduksi pada April 2017. 

"Sejauh ini, tidak ada perubahan rencana investasi kita di Indonesia. Konstruksinya (pabrik) masih berjalan, sampai akhir pekan lalu, perkembangannya sudah 88 persen, dan akan selesai pada Agustus," kata dia.

Namun, ia mengaku belum mengetahui mengenai bentuk kompensasi yang akan diberikan prinsipal Mitsubishi terkait isu itu. "Kami masih belum tahu. Memang ada kemungkinan akan adanya kompensasi seperti disebut di rilis. Tapi kami masih belum tahu bentuk kompensasi itu," tambah dia.

KTB, kata dia, juga tidak akan melakukan uji konsumsi bahan bakar terhadap produk Mitsubishi yang sudah beredar di jalan-jalan Tanah Air. Alasannya, karena tidak ada ketentuan dari pemerintah terkait dengan standardisasi konsumsi bahan bakar.    

"Kami tidak perlu mengetes dan memeriksa. Tapi jika pemerintah meminta apapun, kami akan mengikutinya," ungkap Ishimaki. 

Ia juga meminta masyarakat untuk tidak khawatir karena produk yang bermasalah merupakan mobil yang hanya dijual di Jepang. KTB pun tidak ada niat untuk memasukkan produk itu ke pasar domestik Tanah Air karena dianggap tidak sesuai dengan karakter masyarakat. 

Misalnya, kapasitasnya yang terlalu kecil, yaitu hanya untuk empat penumpang, termasuk supir. Tak hanya itu, harga produk itu pun terbilang mahal untuk ukuran sebuah minicar.   

"Produk itu memang populer di Jepang karena running cost, tapi produknya tidak murah. Misalnya dibandingkan dengan Mirage, harganya bisa sama. Malah bisa lebih mahal jika dibandingkan merek lain," kata dia.

Di Jepang, jelasnya, produk itu terbilang laku hanya lantaran running cost yang rendah. Mulai dari konsumsi bahan bakar hingga pajak. "Di Jepang, untuk punya mobil, harus punya serfitikat parkir, tanpa itu tidak bisa. Tapi untuk produk ini, sertifikat itu tidak perlu untuk daerah rural, country side," papar Ishimaki.

Sebelumnya, Mitsubishi telah mengakui bahwa data pengujian konsumsi bahan bakar yang diserahkan kepada Kementerian Darat, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata tidak sesuai dengan data yang sesungguhnya. Perbedaan data ini ditemukan terhadap empat produk minicar Mitsubishi.

Empat produk tersebut yakni eK Wagon dan eK Space yang diproduksi MMC. Kemudian Dayz dan Dayz Rooz yang diproduksi MMC dan dipasok kepada Nissan Motors (NM) Corporation sejak Juni 2013.

Hingga akhir Maret 2016, MMC telah memasarkan ribuan unit eK Wagon dan eK Space serta memasok 468 ribu unit Dayz dan Dayz Rooz ke NM. "Kami telah memutuskan untuk menghentikan produksi dan penjualan dari kendaraan terkait. NM juga akan menghentikan penjualan dari kendaraan terkait, dan MMC serta NM akan mendiskusikan kompensasi terkait masalah ini," tulis MMC dalam rilisnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement