Jumat 22 Apr 2016 17:32 WIB

Ini 'Kutukan' Dunia Perbukuan di Indonesia

RDP  tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbukuan di Kantor DPD RI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Foto: DPD
RDP tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbukuan di Kantor DPD RI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Banyak hal yang menghantui dunia perbukuan di Indonesia. Muhidin Dahlan, seorang pengelola Radiobuku di Yogyakarta mengatakan dalam dunia penerbitan buku dikenal sebuah kutukan. Kutukan tersebut yaitu kutukan seribu eksemplar.

Muhidin menggambarkan bagaimana susahnya menjual sebuah buku lebih dari seribu buah. Ada banyak sebab. Selain harga kertas, pajak, sampai minat baca, mempengaruhi penjualan buku.

“Jangan sampai Kutukan ini terjadi terus menerus. Misalnya bisa tidak masing-masing kabupaten kota memiliki toko buku,” usul Muhidin.

Hal ini disampaikan Muhidin dihadapan 6 orang Anggota Komite III DPD RI yang mengadakan dengar pendapat tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbukuan di Kantor DPD RI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, di Jalan Kusumanegara, Yogyakarta (22/4).

Rapat Dengar Pendapat ini menghadirkan Ikatan Penerbit Indonesia DIY, Penerbit Buku, Penulis Buku dan tokoh masyarakat. Dan anggota DPD yang hadir adalah: Fahira Idris (DKI), Hj. Daryati Uteng (Jambi), KH. Muslihuddin Abdurrasyid (Kaltim), KH. Muhammad Syibli Sahabuddin (Sulbar) dan Hj. Suriati Armaiyn (Malut) dan Baiq Diyah Ratu Ganefi (NTB).

Dia mengatakan akibat kutukan seribu eksemplar ini sedikit sekali kabupaten memiliki toko buku. Bahkan kota yang lumayan besar. Kalaupun ada hanya toko buku pelajaran. "Di kota Kediri yang lumayan besar saja, belum ada Gramedia. Padahal toko-toko ini bisa menjadi inisiasi awal. Dengan adanya toko buku, buku dapat terdistribusi lebih luas," katanya.

Muhidin juga memaparkan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam perbukuan adalah bagi penulis. Menuurt dia, tidak ada peran pemerintah yang mampu mendukung penulis sehingga berhasil go internasional. Menurutnya, jika ada penulis yang berhasil semata-mata adalah karena usaha pribadi penulis sendiri.

“Bayangkan penulis sudah membuat buku, kemudian mengurusin hal lainnya. Bisa tidak misalnya, Dewan Perbukuan yang nanti dibentuk dengan adanya UU Perbukuan ini, setiap tahunnya memilih 100 buku terbaik dari penulis indonesia. Kemudian diterjemahkan, dan dibagikan ke semua kedutaan besar. Pemerintah menjadikan buku menjadi cenderamata untuk diberikan kepada negara-negara lain. Jadi ada peranan untuk membantu penulis dan penerbit dalam memasarkan buku”, kata Muhidin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement