Kamis 14 Apr 2016 09:00 WIB

Fahira: Sejak Awal Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Bermasalah

Rep: Amri Amrullah/ Red: Angga Indrawan
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris
Wakil Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengatakan sejak pertama kali digulirkan proyek reklamasi Pantura Jakarta sudah menuai kontroversi. Di antaranya dinilai melanggar UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pantai dan Peraturan Pemerintah (PP) No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Izin reklamasi merupakan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bukan gubernur. Laut pesisir Jakarta merupakan kawasan strategis nasional jadi tidak bisa sembarangan dikelola, apalagi oleh swasta yang tujuannya murni untuk bisnis.

Kontroversi lain, lanjutnya, adalah sejak Mei 2015, sudah ada aktivitas marketing penjualan hunian di Pluit City (Pulau G). Pulau ini merupakan salah satu pulau hasil reklamasi oleh PT Muara Wisesa Samudra (MWS), yang kemudian menyalahi aturan karena baru mengantongi izin reklamasi.

Di sisi lain, dugaan adanya pencurian pasir di wilayah Kepulauan Seribu untuk reklamasi Teluk Jakarta, juga dianggap akan merusak lingkungan. "Fakta terakhir adalah, Perda-nya belum disahkan, tetapi reklamasi dan pembangunan di atasnya sudah berjalan. Banyak hal yang ditabrak, seakan persoalan regulasi bukan jadi masalah bagi mereka. Praktik-praktik seperti ini harus kita lawan. Jakarta bukan punya mereka,” kata dia, Rabu (13/4) malam.

Fahira mengungkapkan, sejak awal sudah ada pengabaikan hak warga Jakarta untuk mengetahui secara komprehensif informasi mengenai proyek reklamasi yang nantinya akan menghasilkan 17 pulau dan di atasnya akan dibangun pusat bisnis dan hunian ini. Misalnya informasi apakah sudah ada studi ilmiah dari berbagai bidang kajian dari aspek regulasi, sosial, ekonomi, budaya, teknis, dan terutama analisis dampak lingkungan. Dan apakah benar bila reklamasi dilakukan akan menimpa pipa kabel di bawah laut Jakarta, menurut dia semua itu belum dijawab secara rinci.

"Publik hanya disuguhkan informasi bahwa reklamasi adalah satu-satunya solusi keterbatasan lahan di Jakarta, solusi mencegah banjir, bahkan katanya solusi menyelamatkan kerusakan Pantura Jakarta. Seakan publik diarahkan reklamasi sebuah keharusan dan tindakan mulia. Padahal, kepentingan bisnis lebih besar," ujar Fahira.

Proyek reklamasi di berbagai daerah di Indonesia, bisa jadi karena selama ini, banyak pihak memandang kawasan pantai tidak punya nilai ekonomis. Sehingga tidak dikelola baik dan akibatnya kualitas lingkungannya menjadi rendah.  Celah ini dimanfaatkan pengusaha dengan menawarkan proyek reklamasi pantai terutama di kota-kota yang memang punya masalah keterbasan lahan. Ketika tanah di kota sudah tidak ada, mereka melirik daerah pantai untuk disulap jadi daratan dan disambut antusias oleh pemda.

"Padahal kalau bicara visi maritim Jokowi, daerah pantai yang memang kualitas lingkungan kurang baik oleh pemerintah harusnya direvitalisasi karena di situ banyak nelayan yang menyandarkan hidupnya, bukan direklamasi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement