Selasa 29 Mar 2016 18:00 WIB

Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perludem: ''Teman Ahok Adalah Tim Sukses''

Red:

Foto: Tahta Aidilla/Republika  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Relawan seperti Teman Ahok ini bisa dikatakan political action committee (PAC) seperti di Amerika?

Kalau menurut saya iya, karena ada relasi dengan calon. Kalau yang nggak ada relasi biasanya disebut super PAC, yang melakukan upaya pemenangan di luar kontrol calon. Nah, kalau yang seperti ini, di Amerika sudah diatur. Tapi kalau di kita masih malu-malu. Selain itu, di kita, problemnya, semua kegiatan sebelum tahapan kampanye, belum disebut kampanye. Padahal electoral finance yang dikelola kandidat bukan hanya saat kampanye.

Relawan seperti Teman Ahok ini masih pas disebut relawan?

Kalau dalam konteks Amerika dia masuk PAC. Tapi, dalam konteks politik Indonesia, sebenarnya itu masuk tim pemenangan atau tim sukses atau tim kampanye, cuma kemasannya relawan.

Relawan seperti Teman Ahok ini kan bukan hanya mengurus pemenangan dan menggalang dana, tapi juga mengusung kandidat. Itu kan lebih dari PAC?

Ya mereka mengelola dana, mengusung, terhu bung, terkoordinasi, terkomunikasi, terlem baga, hehehe. Ketika Teman Ahok menyodorkan pilihan kepada Ahok untuk lewat partai atau lewat Teman Ahok, mereka sebenarnya sudah melakukan kerjakerja politik berkompetisi dengan partai. Seolaholah Ahok harus memilih, padahal Ahok masih berpeluang maju lewat partai.

Lantas, apakah benar ungkapan deparpolisasi?

Menurut saya bisa jadi gerakan seperti Teman Ahok ini nanti bertransformasi menjadi partai karena ada kepentingan lebih besar yang mereka perjuangkan. Misalnya karena di pilpres kan nggak ada calon perseorangan. Konstitusi kita menyatakan semua kandidat harus lewat partai. Sementara, mereka mungkin tidak sejalan dengan visi misi dan ideologi partai-partai saat ini, sehingga pilihan untuk mengusung dengan [terlebih dulu bertrans formasi menjadi] partai itu muncul.

Bagaimana mestinya para relawan mereka diatur ke depan?

Menurutku mereka harus didaftarkan, dan setiap pengeluaran mereka harus jadi pengeluaran kandidat, dan harus ada limitasinya. Kan seperti itu Amerika mengatur PAC. Mereka harus men daftar, melaporkan dananya, dan ada limitasi dananya.

Tapi, ke depan memang harus ada perubahan dan perluasan terminologi kampanye maupun dana kampanye. Kalau kita masih menggunakan termi nologi dana kampanye seperti sekarang ini, bahwa dana kampanye adalah yang diterima dan dikeluar kan selama masa kampanye, kita tidak akan mampu menjangkau dana yang keluar sebelum dan sesudah masa kampanye.

Dalam Peraturan KPU (PKPU) No 8/2015 misalnya disebutkan bahwa dana kampanye tidak bisa digunakan untuk pembiayaan saksi. Padahal jelas-jelas itu aktivitas yang dikeluarkan calon, dan tidak masuk dalam dana partai. Kalau dia ke MK (memperselisihkan hasil pilkada), dia kan bayar lawyer, terus dari mana dananya?

Juga, dana-dana yang dikeluarkan sebelum kandidat ditetapkan sebagai pasangan calon. Semua tidak jelas akuntabilitasnya. Padahal mereka mela ku kan kegiatan kampanye dengan selimut sosiali sasi, diseminasi informasi kepada masyarakat dan lain-lain.

Uang-uang yang keluar di ranah itu tak bisa dijangkau. Meski kemudian melalui PKPU No 8/2015, KPU sudah berusaha agar semua pene rimaan dan pengeluaran calon dicatat dalam reke ning khusus yang bisa dibuat sebelum jadi paslon, tapi PKPU-nya nggak jelas seberapa jauh daya jangkaunya. Apakah sejak relawan seperti Teman Ahok mengumpulkan dukungan, karena itu meli batkan uang, sumbangan, dan jasa.

Jadi definisi kampanye kita harus perluas, bahwa kampanye itu tidak hanya pada periode masa kampanye, tapi berkaitan dengan segala upaya pemenangan calon. Pemenangan kan dilakukan dari awal sebeum jadi calon, sampai sengketa di MK. Atau, sekalian saja ubah terminologinya menjadi dana pilkada calon atau dana pemilu calon atau dana peserta pemilu.

Sekarang definisi terlalu sempit, kalau belum masuk tahapan kampaye, kandidat bisa suka-suka beriklan…

Regulasi kita memang belum mampu men jangkau varian penggunaan uang. Kedua, keber adaan lembaga pengawas uang dalam pemilu dan pilkada sangat terbatas.

Apakah itu yang menjadi alasan Perludem dan Sekber Kodifikasi UU Pemilu mengusulkan pembuatan Badan Pengawas Dana Politik (BPDP)?

Ya. Dalam terminologi kami, dana politik itu mencakup semua uang yang ada di dalam dunia politik. Jadi dana partai, dana kampanye, dana PAC-PAC atau relawan-relawan, semuanya diawasi BPDP. Mulai dari audit sampai penegakan hukum nya. Intinya, ke depan, semua uang yang keluar dalam pemilu dan pilkada harus bisa dijamin akun tabilitasnya.

Sekarang ini kan politik indonesia semakin kom petitif, makin modern, platform yang diguna kan untuk kampanye juga makin variatif. Seiring dengan itu, uang makin memainkan peranan. Sa yangnya, regulasi kita maupun praktik kepemi luan kita belum merespons kehadiran uang itu se cara baik dan optmal. Akhirnya eksistensi dan ke hadiran uang tidak mampu dijangkau. 

Oleh  Harun Husein

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement