Sabtu 05 Mar 2016 17:45 WIB

Rashford

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Begitu nama Marcus Rashford muncul sebagai pahlawan kemenangan Manchester United atas klub Norwegia, Midtjylland, pada babak 16 besar Liga Europa, rasa penasaran bergelayut di benak saya. Sebagai wartawan yang mengikuti perkembangan sepak bola Eropa, saya cukup yakin nama itu tidak berada pada daftar skuat utama the Red Devils musim ini.

Saat saya melakukan pencarian nama Rashford di internet, justru rasa penasaran itu kian bertambah. Selain tidak ada dalam situs Wikipedia, sang striker ternyata baru memainkan laga senior pertamanya pada laga tersebut. Sebelumnya, paling banter ia hanya tampil pada tim U-19 Manchester United.

Ternyata, kejutan Rashford tidak selesai sampai di situ. Selang tiga hari kemudian, Louis van Gaal kembali menurunkan pemain asli Manchester itu saat mereka memainkan pertandingan Liga Primer menghadapi salah satu rival utamanya, Arsenal. Hasilnya, remaja berusia 18 tahun itu kembali tampil memukau dengan mencetak dua gol dan satu assist.

Dua golnya ke gawang the Gunners membawa namanya masuk buku sejarah sebagai pemain termuda yang mencetak gol pada laga debutnya bersama United dalam usia 18 tahun 120 hari. Sebelumnya, rekor tersebut dipegang James Wilson yang mencetak dua gol ke gawang West Brom dua tahun lalu pada usia 18 tahun 157 hari.

Sebelumnya, golnya ke gawang Midtjylland juga menyandingkan nama Rashford dengan legenda the Red Devils, George Best. Ia menjadi pemain termuda yang mencetak gol untuk United dalam kompetisi Eropa pada usia 18 tahun 117 hari. Rekor sebelumnya diukir Best pada 1964.

Rashford adalah nama pemain akademi Manchester United ke- 14 yang melakoni debutnya di bawah manajer Louis van Gaal. Sebelum dia, ada sejumlah pemain lain yang diorbitkan pelatih asal Belanda itu selama dua musim melatih di Old Trafford, sebut saja Jesse Lingard, Tyler Blackett, Andreas Pereira, Paddy McNair, dan Cameron Borthwick-Jackson.

Meskipun nama-nama tersebut timbul-tenggelam dan tak selalu menjadi bagian skuat inti, tak diragukan lagi keberadaan mereka kian mengukuhkan reputasi Van Gaal sebagai pelatih spesialis penanganan pemain-pemain muda.

Saat menangani Ajax Amsterdam pada awal 1990-an, ia membawa timnya saat itu menjadi juara Piala UEFA dan Liga Champions dengan mayoritas para pemain muda, seperti Edwin van der Sar, Clarence Seedorf, Patrick Kluivert, dan Nwankwo Kanu.

Begitu juga saat melatih Barcelona saat ia yang mengorbitkan pemain-pemain, seperti Xavi Hernandez, Andres Iniesta, dan Victor Valdes. Terakhir, saat melatih Muenchen, ia adalah pria di belakang munculnya nama Thomas Mueller yang belakangan menjadi andalan di timnas Jerman.

Prestasi tersebut tentunya mengingatkan banyak pihak, terutama fan the Red Devils, pada sosok Sir Alex Ferguson, yang juga gemar memercayai pemain-pemain muda di dalam skuat utamanya. Saat meraih treble winnerspada musim 1998/1999, fondasi United saat itu adalah para pemain muda jebolan Class 92, seperti Ryan Giggs, David Beckham, duo kakak-beradik Neville, dan Paul Scholes.

Berkaca pada kesuksesan Fergie, kesimpulannya setidaknya membutuhkan lima-enam tahun bagi para pemain muda United untuk mencapai prestasi tertinggi mereka. Hanya, terkadang pada era yang serbainstan ini terdapat banyak fan yang tidak sabaran dan lebih mementingkan hasil yang langsung terlihat daripada proses yang lebih sering tak kasat mata.

Pesan saya, bersabarlah fan United. Siapa tahu Rashford dan kawan-kawan adalah angkatan selanjutnya yang akan membawa the Red Devils berjaya pada masa mendatang.

Oleh: Fernan Rahadi

Twitter: @fernanrahadi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement