Jumat 19 Feb 2016 07:00 WIB

Sadisnya Hukuman Mati Belanda di Kampung Pecah Kulit

hukuman mati (ilustrasi)
Sejumlah pengujung melintasi Museum Fatahillah yang masih dalam tahap konservasi di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Selasa (28/10). (Republika/Rakhmawaty La

Kembali ke Stadhuis (Balai Kota), mereka yang ditahan karena perkara sipil, diharuskan membawa makanan atau meminta makanan yang dikirim dari luar. Seperti juga masa kini, para sipir penjara sering memeras narapidana dengan meminta uang rokok.

Kecuali Untung Surapati yang bisa meloloskan diri dari penjara bawah tanah, tidak pernah ada tahanan yang berhasil melarikan diri. Bukan rahasia lagi, banyak tahanan yang melarikan diri dari lembaga pemasyarakatan berkat kerja sama dengan orang dalam.

Seperti Eddy Tansil yang menilep uang rakyat triliun perak bisa melarikan diri karena "pertolongan" orang dalam. Presiden kala itu, SBY, sempat meminta agar kasus BLBI yang merugikan negara ratusan triliun rupiah diangkat kembali.

Sementara, para penerima BLBI pada 1998 sampai sekarang masih buron. Entah di Singapura atau lain tempat.

Di antara mereka yang dihukum mati di Balai Kota, termasuk Bang Puase yang dituduh membunuh Nyai Dasima. Jagoan Kwitang ini menaiki tiang gantungan dengan tenang sambil bertakbir. Juga Oey Tambah Sia, seorang playboy muda abad ke-19 juga tewas di tiang gantungan dalam usia 31 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement