Kamis 21 Jan 2016 21:32 WIB

Unila Didesak Segera Buka Prodi Bahasa Lampung

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ilham
Gedung Rektorat Unila.
Foto: Ist
Gedung Rektorat Unila.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Moratorium perguruan tinggi (PT) pada tahun depan, dinilai akan menghambat pembukaan kembali Program Studi (Prodi) Strata (S-1) Bahasa Lampung di Universitas Lampung (Unila). Padahal, Unila sudah berulangkali mengajukan pembukaan Prodi Bahasa Lampung.

 

Menurut Sekretaris Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Lampung, Hariyadi, bila terjadi pemberlakuan moratorium PT pada tahun 2017, maka kemungkinan besar pembukaan Prodi Bahasa Lampung di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unila akan kandas.

 

“Upaya (pembukaan Prodi Bahasa Lampung) sudah sejak tahun 2011 tapi selalu ditolak pusat,” katanya, Kamis (21/1). Tahun 2015 pihak Unila kembali mengajukan proposal pembukaan Prodi Bahasa Lampung. Sedangkan batas waktu pengajuan pembukaan prodi hingga 31 Maret 2016.

 

Menurut dia, bila moratorium PT terjadi, maka nasib guru Bahasa Lampung yang saat ini sudah mengabdi akan terkendala dengan uji kompetensi guru (UKG). Selain itu, keberlangsungan nasib guru dan pengembangan bahasa lokal atau muatan lokal akan terhambat.

 

MGMP mendesak Unila segera melakukan tindakan cepat sebelum pemberlakuan moratorium PT tahun depan. MGMP akan berkonsolidasi dengan sejumlah guru Bahasa Lampung di 14 kabupaten/kota di Lampung. Konsolidasi ini untuk mendukung dan mendorong agar Unila segera bertindak cepat.

 

Dekan FKIP Unila, Muhammad Fuad, sudah berkoordinasi dengan Kaprodi Pascasarjana Bahasa Lampung, Farida Aryani. Pihaknya, siap mengawal untuk pembukaan kembali Prodi Bahasa Lampung di Unila.

 

Sebagai langkah kongkret, pihaknya akan bertemu dengan menteri untuk membicarakan proposal pengajuan Prodi Bahasa Lampung, termasuk perbaikannya.

 

Prodi D-3 Bahasa Daerah Lampung pernah hadir di FKIP pada tahun 2009. Setelah menghasilkan lulusan, prodi ini ditutup tahun 2005. Para alumni Prodi D-3 Bahasa Lampung yang jumlahnya masih minus ini semuanya menjadi guru PNS, namun tidak dapat mengikuti sertifikasi guru. Sebab, mereka tidak bisa melanjutkan kesetaraan ke jenjang strata satu (S-1). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement