Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Warga Bukit Duri Digusur

Red:

JAKARTA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan penertiban di bantaran Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (11/1). Satpol PP DKI tetap melakukan pembongkaran puluhan rumah meski saat ini warga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan, pihaknya tetap membongkar rumah warga di Kampung Duri. Langkah itu dilakukan sebagai bagian upaya normalisasi Sungai Ciliwung.

Ahok tidak menggubris protes yang dilakukan warga terkait pembongkaran rumah. Dia juga tidak peduli meskipun penggusuran itu menimbulkan kericuhan dengan adanya pemukulan yang dilakukan petugas di lapangan.

"Ya tetap kita akan gusur 92 rumah karena kita mau sheetpile 250 meter. Rusuh nggak rusuh ya kita harus tetap lakukan," katanya di Balai Kota Jakarta, Selasa (12/1).

Warga Bukit Duri tidak terima dengan pembongkaran yang dilakukan Satpol PP ketika gugatan di PTUN sedang berjalan. Warga menilai, surat perintah yang dikeluarkan Kecamatan Tebet, Senin (4/1), cacat hukum lantaran tidak sesuai Undang-Undang Pengadaan Tanah Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012.

Ahok menegaskan, penggusuran tersebut tetap dapat dijalankan tanpa harus menunggu keputusan hakim PTUN Jakarta. Dia menyatakan, pembongkaran rumah warga yang berdiri di atas tanah negara tidak perlu menuggu sidang PTUN selesai.

"Kalau semua orang sudah salah dudukin tanah negara, terus PTUN, didudukin terus, ya nggak bisa. PTUN itu urusan kedua, sekarang kan kita sudah sesuai prosedur. Minta bongkar, ya bongkar," katanya.

Wakil Wali Kota Jakarta Selatan Irmansyah mengatakan, pembongkaran tetap dilakukan demi memenuhi kepentingan yang lebih besar. Dia menargetkan, pembongkaran dapat dilakukan 85 bidang pada Selasa (12/1). Irwansyah menjelaskan, warga yang digusur akan dipindahkan ke rumah susun (rusun). Proses pemindahan warga dilakukan sesuai prosedur dengan membuat pernyataan di atas materai.

"Prosesnya saat mereka sudah diundi ada berita acara tinggal pindah. Ambil kunci itu di rusun sendiri, berarti sukerela setelah 14 hari harus menempati rusun," katanya.

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif mengatakan, penggusuran yang dilakukan Pemprov di Bukit Duri sebenarnya minim benturan jika dibandingkan dengan di Kampung Pulo. Politikus Partai Gerindra itu menyatakan, Pemprov sudah menyediakan tempat tinggal baru bagi warga yang menjadi korban gusuran. Pemprov, sambung dia, harus memastikan fasilitas, misalnya, air dan lainnya dalam kondisi layak bagi warga Bukit Duri.

Dia mengimbau, Pemprov DKI menyediakan usaha kecil bagi warga korban gusuran agar mereka tidak jatuh miskin setelah pindah ke rusun. "Mereka kan ada yang punya tempat usaha kecil-kecilan, kalau dipindah nggak ada usaha, sampai di sana nggak punya usaha miskin juga jadinya," katanya.

Sementara, mediator warga Bukit Duri, Alldo Felix Januardy, menjadi korban pemukulan petugas gabungan Satpol PP dan kepolisian yang melakukan pembongkaran. Staf Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Ainul Yakin menjelaskan, Alldo ada di lokasi hendak melindungi hak warga Bukit Duri dengan mencoba untuk melakukan dialog damai dengan aparat gabungan.

Ketika mencoba membangun berdialog, sambung dia, rekannya itu ditarik begitu saja dan dikeroyok. Alhasil, kacamata Alldo pecah sehingga dia tidak mampu melihat siapa saja yang memukulinya. Alldo mengalami luka di seputar wajah. "Dia ditarik dari lokasi dan diancam akan ditangkap jika masih saja terus berbicara," ujar Ainul menggambarkan suasana saat itu.

Dia mempertanyakan, mengapa penggusuran masih dilakukan ketika gugatan warga masih berlangsung di PTUN Jakarta. n c18/c30 ed: erik purnama putra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement