Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

Revolusi (Menonton) Televisi

Red:

OLEH SIWI TRI PUJI B 

Pada tanggal 23 April 2005, tepat pukul 20.27, Jawed Ka rim mengunggah video per ta ma ke situs yang didiri kan nya, YouTube. Video sederhana dengan ju dul tak kalah sederhana, Saya di Kebun Binatang, dengan cepat diakses 18 juta pengguna dan mendulang lebih dari 123 ribu komentar. Video berdurasi 18 detik ini juga segera diakses oleh lebih dari 89 persen dari pengguna internet Amerika Serikat, negeri dimana dia tinggal.

Namun dunia kemudian mencatat, sesuatu yang begitu sederhana ini dengan cepat mengubah industri pertelevisian dan masyarakat. Youtube di kemudian hari menjadi situs berbagi video yang paling di minati, dengan 80 persen pengaksesnya berasal dari luar AS. Youtube juga diluncurkan dalam versi lokal di 70 negara dengan 76 bahasa berbeda.

Pemain utama berikutnya yang masuk arena video digital adalah Hulu. Pada tanggal 29 Oktober 2007, Hulu meluncurkan jaringan Hulu Syndication sebagai produk pertamanya, yang dirancang dan dikembangkan oleh tim NBC Universal, diikuti oleh peluncuran situs Hulu.com.

Tiga tahun kemudian, ekosistem video digital telah memiliki bentuk tersendiri. Makin sempurna setelah Netflix muncul dan menawarkan cara menonton televisi yang berbeda. Sama seperti jaringan televisi, Netflix menawarkan pemirsanya konten asli yang tidak dapat ditemukan tempat lain, dengan merilis program televisi konvensional yang bisa ditonton secara online.

Yang menarik adalah bahwa pemain besar dalam ekosistem video digital tidak men-streaming siaran TV tradisional seperti ABC dan NBC. Sebaliknya, mereka seolah membuka jalan bagi industri televisi digital yang berkembang yang tidak lebih dari satu dekade lalu termasuk AOL On, Yahoo Screen, Hulu, Fullscreen, Wall Street Jour nal, Netflix, dan banyak lagi.

Perusahaan-perusahaan ini seolah me mahami bahwa pemirsa ingin bermain de ngan aturan mereka sendiri. Tidak seperti televisi tradisional — yang terikat pada atur an yang ketat — video digital lebih fleksibel dan dapat dikonsumsi di mana saja dan kapan saja sepanjang ada koneksi internet. Bahkan, seperti disebutkan dalam La poran Media Metrix Multi-Platform yang disusun oleh ComScore, sebuah perusahaan analisis digital pada Maret 2014, 31 persen waktu menonton televisi dihabiskan pada perangkat mobile.

Dari laporan mereka terungkap bahwa di AS saja, rata-rata menonton 304 video sepanjang 2014. Rata-rata waktu yang diha biskan menonton video online adalah empat menit. Angka-angka ini mengejutkan bila dibandingkan dengan perilaku generasi se belumnya, yang akan duduk dan menonton televisi selama paling tidak 30 menit perhari.

Jelas, cara menonton televisi kini me nga lami lompatan yang belum pernah dite mui sebelumnya. Generasi saat ini memiliki banyak pilihan yang benar-benar mengubah cara mengkonsumsi konten. Bak kolam yang sangat besar, beragam pilihan dan kebutuhan pemirsanya terlayani. Audiens yang dijangkau juga lebih besar dan luas, melewati sekat negara.

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pemirsa dimana kendali televisi ada di ujung jari mereka telah tumbuh secara signifikan. Bagi banyak orang, perangkat ini telah menjadi sahabat setia karena hampir de la pan dari 10 pemilik smartphone melaporkan selalu dekat dengan perangkat itu dan selalu digunakan minimal dua jam sehari.

Survei pemirsa mobile video oleh Inter active Advertising Bureau (IAB) di 24 negara menunjukkan satu dari lima orang secara teratur menonton streaming video di smartphone saat mereka menonton TV tradisional. Terbanyak dijumpai di AS (50 persen), Afrika Selatan (42 persen), dan Inggris (40 persen). Survei lain menyebut, jumlah pe non ton TV online tumbuh hampir tiga kali lipat sepanjang 2014.

Tiga puluh enam persen dari total res ponden mengatakan mereka rata-rata menonton video lima menit atau lebih pada ponsel mereka setiap hari. Sedang Pemirsa video online di Turki, Finlandia, Cina, Rusia, dan Singapura lebih lama menonton tayangan itu, umumnya adalah film panjang atau cuplikan tayangan televisi.

Dari survei diketahui, Youtube adalah situs yang paling dicari untuk menonton ta yangan (62 persen), diikuti media sosial lain seperti Facebook dan Twitter (33 persen). "Popularitas video digital di layar kecil terjadi hampir di semua belahan dunia," kata Anna Bager, Senior Vice President Mo bile dan Video IAB. "Fakta bahwa orang tidak hanya menonton cuplikan singkat dari sebuah program, tapi berkomitmen untuk bentuk konten lebih lama pada ponsel mere ka, membuka banyak peluang bagi produsen dan menjadi tantangan bagi pemasar."

Menurut analis maya Tamara Gaffney, tiga faktor yang mendorong pertumbuhan ini, yaitu lebih banyak aplikasi dan situs untuk menonton; lebih banyak konten untuk ditonton pada aplikasi dan situs tersebut; dan terakhir — jangan kaget — efek Piala Du nia. "Olahraga bertindak sebagai sebagai sema cam "pembuka" selera pemirsa untuk kefleksibilitasan TV online," kata Gaffney. Piala Du nia adalah godaan sangat kuat karena internet adalah satu-satunya cara untuk menonton begitu banyak pertandingan dimana TV tradisional tidak menampilkannya.

Selain olah raga, film merupakan tonton an terbanyak dicari di jagat maya. Rata-rata pengguna menonton 4,5 film per bulan, naik tajam dibandingkan dua tahun lalu. Dan iOS adalah sistem operasi yang paling banyak digunakan untuk menonton, diikuti Android. Gaffney menyebut, daya tarik lain TV online adalah sifatnya yang fleksibel. Pemirsa tak perlu diam di satu tempat melihat tayangan pada satu perangkat keras yang tak bisa dipindah.

Teknologi berkembang, dan kebiasaan orang pun berubah. Pilihan ada pada pengelola televisi konvensional, kata Gaffney, mau tetap diam, atau berlari menjemput peluang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement