Jumat 08 Jan 2016 13:00 WIB

RI Bangun Pesawat Tempur

Red:

JAKARTA - Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) kembali menjalin kerja sama pertahanan dengan Korea Selatan (Korsel). Kedua negara sepakat melanjutkan proyek pembangunan pesawat tempur KFX IFCX yang sempat tertunda pada 2015. Nota kesepakatan kerja sama ditandatangi di Kemenhan pada Kamis (6/1).

Kerja sama antara Indonesia dan Korsel meliputi pembangunan lima prototipe pesawat tempur. Empat prototipe akan dibangun di Korsel, sedangkan satu prototipe akan dibangun di Indonesia. Menteri Pertahanan Jendral (Purn) Ryamizard Ryacudu menargetkan semua prototipe akan selesai pada 2020.

Ryamizard pun optimistis Indonesia bisa membuat setidaknya dua skuadron pesawat tempur pada 2025. "Pada 2025 target kita bikin dua skuadron. Infrastruktur sudah siap. PT DI juga sudah siap. Iyalah, masa negara kita enggak bisa buat yang lain bisa? Kita juga harus bisa. Ini sudah saatnya," ujar Ryamizard, Kamis (6/1).

Untuk program ini, Indonesia dan Korsel membagi biaya operasional 20-80 persen. Indonesia setidaknya akan mengucurkan seperlima dana dari total biaya pembuatan prototipe. Anggaran sebesar Rp 18 triliun diambil dari anggaran Kemenhan.

Menteri Pertahanan Korsel Chang Myoungjin mengatakan, pihaknya optimistis kerja sama dengan Indonesia dalam pembuatan pesawat tempur KFX ini bisa sukses. Menurut Myoungjin, pihaknya sudah menggelontorkan dana cukup besar untuk proyek kerja sama ini.

"Ini proyek terbesar kami. Kami berharap semua bisa terealisasi. Kami meminta dukungan dari semua pihak agar kita bisa sama-sama mensukseskan kerja sama ini," ujar Myoungjin, Kamis (6/1).

Myoungjin menargetkan kerja sama ini bisa membuahkan hasil yang maksimal. Myoungjin berharap pesawat tempur KFX ini bisa menjadi contoh dan prestasi bagi kedua negara. Jika proyek KFX ini sukses, keduanya akan kembali melanjutkan rencana kerja sama pembuatan kapal selam.

Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso mengatakan, pihaknya akan mengirimkan sekitar 300 tenaga ahli ke Korsel terkait kerja sama pembuatan pesawat tempur KFX grade 4.5. Budi mengatakan, kerja sama yang dijalin pemerintah terkait pesawat tempur ini memang sudah direncanakan sejak 2012. "Prototipe terakhir nanti dibuat di dalam negeri. Dalam sharing cost development memang kita 20 persen, tetapi untuk transfer knowledge kita 100 persen," ujar Budi.

Budi mengatakan, nantinya secara rigid PT KAI inc dari Korsel selaku operator pembangunan pesawat akan berkoordinasi dengan PT DI terkait spesifikasi pesawat. Rencananya, pesawat tempur grade 4.5 ini akan setingkat di atas F-16 yang masih memiliki grade 4. "(Grade) 4.5 itu semistealth, ya, karena kita masih menaruh misil di luar. Nanti kita akan desain pesawat itu seperti pesawat stealth. Kenapa kita ambil semistealth, karena jika langsung stealth maka akan banyak negara besar yang menghambat program ini," ujar Budi.

Budi menargetkan, semua program transfer pengetahuan dan pembangunan dua prototipe  KFX bisa selesai pada 2018 atau 2019. Jika prototipe bisa diselesaikan, ia yakin target Kemenhan yang hendak memproduksi setidaknya dua skuadron pesawat tempur pada 2025 mendatang bisa terpenuhi.

Kontrak Rp 1,19 Triliun

TNI Angkatan Laut (AL) pun segera melakukan penandatanganan kerja sama secara kolektif dengan pihak-pihak penyedia barang dan jasa. Kontrak kerja sama kolektif ini termasuk kontrak pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI M Zainudin, penandatanganan kontrak secara kolektif dengan mitra kerja penyedia barang dan jasa ini adalah bentuk perwujudan percepatan kerja pada 2016.

Penandatanganan kontrak kerja sama secara kolektif ini merupakan hal pertama yang dilakukan TNI AL. "Sehingga dengan ditandatanganinya kontrak pada awal tahun maka pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan TNI AL dapat segera dimulai," kata Zainudin dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (7/1).

Lebih lanjut, Zainudin menjelaskan, secara total jumlah kontrak kerja sama tersebut mencapai Rp 1,19 triliun. Kontrak-kontrak tersebut meliputi kontrak alutsista senilai Rp 902,9 miliar, sarana-prasarana senilai Rp 167,8 miliar, dan perlengkapan personel senilai Rp 121,6 miliar.

Pelaksanaan penandatanganan kontrak kolektif pada awal tahun ini dinilai bakal mempercepat daya serap anggaran TNI AL dan menghindari terjadinya penggunaan anggaran lintas tahun. Model penandatanganan kontrak kerja sama kolektif pada awal tahun ini pun diharapkan bisa berlangsung pada masa-masa mendatang. "Alhasil bisa memberikan kontribusi nyata bagi perbaikan ekonomi di Indonesia secara umum dan bagi pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AL pada khususnya," ujar Zainudin.

Rencananya penandatanganan ini akan dilakukan oleh pejabat pembuat komitmen (PPK) Satuan Kerja TNI AL dengan mitra kerja penyedia barang dan jasa di Auditorium Denma Mabesal, Cilangkap, Jakarta, pada Kamis (7/1). Penandatanganan ini juga akan disaksikan langsung oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi. n ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement