Kamis 07 Jan 2016 12:00 WIB

Perusahaan Saudi Enggan Tinggalkan Iran

Red:

DUBAI - Perusahaan asal Arab Saudi, Savola, berencana tetap berinvestasi di Iran. Dengan pertimbangan ekonomi, mereka enggan meninggalkan Iran meski Saudi telah memutus hubungan diplomatik dan kerja sama ekonomi dengan Negeri Para Mullah itu.

''Sejak awal kami tahu risiko berbisnis di Iran,'' kata seorang eksekutif senior perusahaan tersebut, Selasa (5/1). Ia yakin, dalam jangka panjang, Savola akan meraih keuntungan besar setelah seluruh sanksi ekonomi Iran dicabut oleh Barat.

Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir menyatakan, selain memutuskan hubungan diplomatik, negaranya juga menghentikan kerja sama ekonomi dan penerbangan ke Iran. Laman berita Arab News melaporkan, hingga akhir 2014, nilai ekspor Saudi ke Iran hampir mencapai 383 juta riyal, sedangkan impor Saudi dari Iran sebesar 683 juta riyal. Nilai perdagangan kedua negara pada periode yang sama hampir menembus 1,065 miliar riyal.

Memanasnya hubungan politik kedua negara, yang berbuntut ke hubungan ekonomi, memicu gejolak terutama di Iran. Harga saham Savola, misalnya, dalam periode singkat krisis ini sudah turun 11,5 persen. Media Iran, Press TV, berspekulasi bahwa Savola kemungkinan bakal menjual bisnis minyak goreng dan gulanya di Iran. Dua bisnis tersebut menghasilkan 13 persen dari total pendapatan perusahaan itu.

Laman-laman berita di Iran juga mengungkapkan kekhawatiran hengkangnya Savola, apalagi Pemerintah Saudi menguasai 10 persen saham di perusahaan tersebut. Bila Savola pergi, mereka tak bisa lagi memenuhi kebutuhan pasar di Iran.

Berdasarkan laporan tahunan terakhir, Savola memiliki 90 persen saham di Savola Behshahr Company yang menguasai 40 persen pasar minyak goreng di Iran. Mereka juga memiliki penuh  perusahaan gula di bawah bendera Savola Behshahr Sugar Company serta perusahaan distribusi Tolue Pakhshe Aftab.

Dipanjan Ray, pengamat dari Banque Saudi Fransi, Riyadh, menyatakan, kegaduhan politik antara kedua negara memang berdampak negatif bagi Savola. ''Namun, Savola sudah bertahun-tahun di Iran dan ini bukan pertama kalinya terjadi ketidakpastian politik. Ini bisa mereka tangani.''

Selain Savola, ada juga Aujan Group Holding, milik keluarga Saudi, yang beroperasi di Iran. Mereka memproduksi minuman yang populer saat Ramadhan, yakni Vimto, di bawah lisensi perusahaan Inggris, Nichols Plc.

Aujan menjalin kerja sama bisnis senilai 1 miliar dolar AS dengan Coca-Cola. Mereka mulai beroperasi sejak 2005. Namun, juru bicara Aujan menolak berkomentar apakah putusnya hubungan diplomatik Saudi dengan Iran akan berdampak pada operasi perusahaan mereka.

Sementara itu, persatuan produsen emas Iran menyatakan, rusaknya hubungan kedua negara tak memengaruhi industri emas. ''Kami akan dengan mudah menemukan pasar baru,'' kata seorang produsen emas, Ebadallah Mohammad Vali seperti dikutip kantor berita ISNA.

Pengamat ekonomi dan anggota Kamar Dagang dan Industri Arab Saudi Abdullah Al-Maghlouth, menyatakan, volume perdagangan kedua negara tak sebanding dengan posisi ekonomi Saudi. Karena itu, pemutusan hubungan diplomatik tak akan berpengaruh bagi pengusaha Saudi.

Khalid Al-Abdullah, seorang pengusaha Saudi, menyebutkan, terdapat banyak kendala dalam perdagangan kedua negara. Masalah yang paling utama ada pada isu keuangan karena Iran tak mempunyai jaminan pembayaran akibat sanksi ekonomi.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia terus memantau dampak konflik antara Saudi dengan Iran terhadap industri minyak dan gas di Tanah Air. Hingga kini, masih belum diprediksi apakah Saudi akan menjaga atau justru mengurangi produksi minyaknya.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral IGN Wiratmaja Puja mengakui, stabilitas geopolitik di Timur Tengah akan berimbas pada harga minyak dunia. Ujungnya, perubahan harga berdampak pada kondisi industri migas Indonesia.

''Sebagai negara produsen dan net importir minyak, kami cermati terus hal ini karena instabilitas harga minyak akan menyulitkan industri migas di hulu atau hilir," ujar Wiratmaja, Rabu (6/1). Kemarin, harga minyak dunia turun karena kelebihan pasokan minyak mentah global.

Harga minyak mentah Light Sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari merosot 79 sen menjadi 35,97 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Di London, minyak mentah Brent North Sea turun 80 sen menjadi 36,42 dolar AS per barel.

Tinggalkan Saudi

Seluruh diplomat Iran telah meninggalkan Arab Saudi menyusul putusnya hubungan diplomatik kedua negara. Diplomat yang berjumlah 30 orang tersebut selama ini menempati kedutaan besar di Riyadh dan konsulat di Jeddah.

''Diplomat Iran telah meninggalkan Kerajaan Arab Saudi  pada Selasa (5/1) tengah malam,'' kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, Osama Nugali, seperti dilansir laman berita Arab News, Rabu (6/1).

Menjelang kepulangan, bendera Iran masih berkibar di bagian atas bangunan kedubes. Sejumlah orang masih terlihat keluar-masuk gedung tersebut.

Saudi memulangkan terlebih dahulu seluruh diplomatnya dari Teheran tak lama setelah  Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir menyatakan memutuskan hubungan dengan Iran, Ahad (3/1) malam. Mereka juga menghentikan kerja sama ekonomi dan penerbangan ke Iran.

Terkait konflik Saudi-Iran, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) akan melakukan pertemuan darurat di Riyadh pada Sabtu (9/1). ''Para menteri luar negeri akan membahas serangan terhadap kedutaan dan konsulat Saudi,'' kata Sekjen GCC Abdullatif bin Rashid al-Zayani.

Secara terpisah, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, Indonesia dengan politik bebas aktifnya akan berperan menjaga perdamaian di kawasan Timur Tengah. "Kami berharap ketegangan Saudi dan Iran bisa turun,'' katanya, kemarin.

Menurut dia, posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar mengharuskan Indonesia berperan aktif menjaga perdamaian. Indonesia dapat memainkan perannya melalui Organisasi Kerja Sama Islam. n ap/reuters/antara ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement