Selasa 05 Jan 2016 17:00 WIB

Luasan Sawah Terdaftar Asuransi tak Capai Target

Red:

JAKARTA--Kementerian Pertanian mencatat luasan sawah yang secara resmi dijamin oleh asuransi pertanian pada periode musim tanam Oktober 2015-Maret 2016 seluas 234 ribu hektare. Luasan tersebut jauh lebih rendah dari target semula pemerintah, yakni satu juta hektare.

Kepada Republika, Senin (4/1), Direktur Pembiayaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Mulyadi Hendiawan menjelaskan alasan di balik tak tercapainya target tersebut. "Itu karena dananya baru cair pada Oktober 2015. Jadi, kita cuma punya waktu 1,5 bulan untuk sosialisasi dan membuka pendaftaran," ujarnya.

Asuransi pertanian merupakan program pemerintah untuk menopang kinerja petani. Petani yang menjadi peserta asuransi akan memperoleh ganti rugi jika sawahnya mengalami puso hingga gagal panen akibat kekeringan, banjir, serta diganggu hama tanaman. Besaran ganti ruginya telah dipatok, yaitu Rp 6 juta per hektare.

Setiap kelompok tani hanya perlu mendaftar dan membayar premi Rp 36 ribu per hektare. Sisanya ditanggungkan kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk pemerintah, yakni PT Jasindo (Persero), salah satu BUMN di bidang perasuransian.  Menurut Mulyadi, tak tercapainya target luasan lahan yang diasuransikan juga disebabkan oleh dana ganti rugi Rp 150 miliar yang terlambat turun dari Kementerian Keuangan. Meskipun demikian, kata Mulyadi, pencapaian 234 ribu hektare sawah terasuransi sudah sangat maksimal pada tenggat waktu sosialisasi yang hanya 1,5 bulan.

Pendaftaran untuk asuransi pertanian periode Oktober 2015-Maret 2016 sudah ditutup seiring bergantinya tahun.  Selanjutnya, dibuka kembali pendaftaran asuransi pada tahun ini, 2016. Dana dan target luasan serupa dengan 2015, yakni Rp 150 miliar untuk sejuta hektare. Mulyadi optimistis pelaksanaannya akan lebih optimal karena dana asuransi telah cair pada Januari 2016.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menilai, penyebab utama tidak optimalnya program asuransi pertanian pada periode musim tanam Oktober 2015-Maret 2016 adalah minimnya sosialisasi. Dalam praktiknya, sosialisasi seharusnya bisa mengandalkan penyuluh pertanian di desa serta perangkat pemerintah daerah.

"Sosialisasi kurang. Akibatnya, banyak informasi soal asuransi yang tidak sampai ke petani," ujarnya.  

Winarno menyebut kebanyakan petani masih belum mengetahui bagaimana menjadi peserta asuransi pertanian. Pun prosedur pembayaran serta teknis ganti ruginya. Padahal, jika disampaikan secara luas, petani bisa memahami sehingga minat menjadi peserta mengalami peningkatan.  

Ke depan, Winarno meminta agar pemerintah dan perusahaan pelaksana asuransi lebih siap, terutama dalam aspek sosialisasi. Penyampaian yang sederhana dan dimengerti oleh petani diyakini akan efektif untuk mendorong program asuransi pertanian pada masa yang akan datang. ed: muhammad iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement