Selasa 08 Dec 2015 07:00 WIB

Pertahankan Kemerdekaan dengan Bambu Runcing

Pasukan bambu runcing.
Foto: IST
Pasukan bambu runcing.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi Shahab

Barisan pasukan semacam ini sudah tidak akan kita temukan lagi sekarang. Tapi, beginilah suasana perjuangan beberapa hanya hari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.

Dengan hanya bersenjatakan bambu runcing, rakyat Indonesia khususnya para pemuda siap dan rela berkorban nyawa untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam foto, terlihat betapa sigap dan gagahnya para pemuda saat berbaris dengan bambu runcing di pundaknya di salah satu jalan raya di Jakarta.  

Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan dari Jalan Pengangsaan Timur (kini Jl Proklamasi) 56, Jakarta, yang ketika itu merupakan kediaman Bung Karno, dengan cepat menyebar ke berbagai tempat di Tanah Air. Para pemuda di tengah-tengah keberadaan balatentara Jepang yang masih bercokol, dengan gesit menyebarkan surat-surat selebaran yang berisi kemerdekaan.

Mereka juga melakukan corat-coret di tembok-tembok dan kendaraan umum yang menyatakan: "Siap mati untuk mempertahankan kemerdekaan RI."

Dalam foto, terlihat Barisan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi TNI-ABRI masih menggunakan celana pendek dan peci pandan. Bahkan, sebagian besar bertelanjang kaki. Belum dikenal pakaian seragam Angkatan Bersenjata.

Di samping pembentukan BKR, telah tumbuh pula badan-badan atau organisasi lainnya, seperti Angkatan Pemuda Indonesia, PETA, Hizbulah, dan banyak lagi. Sehubungan dengan itu, diadakan pemanggilan kepada mereka termasuk para Heiho yang dibentuk Jepang, Barisan Pelopor yang dibentuk di kampung-kampung menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat keamanan negara.

Sambutan para pemuda cukup besar dan membanjir bahkan melebihi maksimum yang diperlukan. Pada tanggal 5 Oktober 1945, dikeluarkan maklumat mengenai pembentukan TKR. TNI/ABRI setiap tanggal 5 Oktober memperingati ulang tahunnya, berdasarkan pembentukan TKR. Ketika Sekutu (Inggris) datang ke Indonesia, di mana ikut membonceng NICA (Belanda), mendapatkan perlawanan sengit dari para pejuang.

Kemudian, para anggota TKR itu seluruhnya ditempatkan dan dipusatkan di daerah perbatasan Kota Jakarta, yang diresmikan sebagai kota diplomasi. Maka, terkenallah Karawang-Bekasi sebagai basis kegiatan gerilya. Chairil Anwar dalam sajaknya menggambarkan betapa hebatnya pertempuran, yang dilakukan para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan di front Karawang-Bekasi.

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi

Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Kami cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement