Mahfudz Minta Pemerintah Pahami Peta Konflik Timur Tengah

Senin , 16 Nov 2015, 21:42 WIB
Mahfudz Siddiq Ketua Komisi I DPR RI
Mahfudz Siddiq Ketua Komisi I DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq meminta pemerintah Indonesia memahami peta konflik yang terjadi di wilayah Timur Tengah (Timteng). Pemahaman penting dimiliki sehingga persoalan terorisme di Indonesia dapat ditangani secara komprehensif.

"Konflik di Timur Tengah bukan hanya persoalan ISIS saja namun ada juga konflik antara Suni dan Syiah. ISIS hanya dijadikan instrumen untuk menciptakan konflik," katanya di Jakarta, Senin (16/11).

Dia mengatakan, peta konflik di Timur Tengah yang meluas di wilayah Eropa karena bukan hanya persoalan ISIS. Mahfudz mencontohkan bahwa ISIS dalam istilah intelijen merupakan "daerah palsu" yang digunakan kekuatan lain dalam menciptakan konflik.

"Kalau kita lihat wilayah Timur Tengah sebagai episentrum dan Eropa ditarik lebih kuat sehingga sangat mungkin konfliknya diperluas ke Asia Barat, Asia Selatan dan Asia Tenggara di negeri yang mayoritas berpenduduk Islam," ujarnya.

Dia menilai apabila pemerintah Indonesia hanya memahami konflik Timur Tengah sebatas ISIS maka Indonesia belum memiliki peta persoalan yang utuh dan lengkap. Indonesia, kata dia, bisa saja terjebak dalam skenario yang dibuat pihak-pihak yang berkepentingan.

(Baca: Pascaserangan, Warga Prancis Nyatakan Dukungan Bagi Muslim)

Politikus PKS itu menilai kasus di Timur Tengah memiliki aktor dan faktor yang beragam, Indonesia harus mengidentifikasi "tangan tidak terlihat" dalam pusaran konflik tersebut. "Kalau kita bisa pahami dengan baik dan utuh peta konflik di Timur Tengah bukan hanya ISIS maka kita punya strategi antisipasi dan pencegahan yang lebih tepat di Indonesia," katanya.

Selain itu dia menilai pemerintah Indonesia jangan membiarkan dan memelihara elemen-elemen masyarakat radikal karena bisa membahayakan kedaulatan Indonesia. Dia mencontohkan ISIS yang awalnya dibiarkan dan dipelihara oleh kepentingan negara-negara tertentu, namun sekarang justru membahayakan bagi negara tersebut.

"Di Indonesia misalnya di Poso, orang teridentifikasi berpaham radikal sebanyak 20 orang namun hingga saat ini belum selesai. Ini menjadi tanda tanya bagi aparat keamanan, intelijen dan BNPT dalam mengatasinya," katanya.

(Baca: Turki Dua Kali Peringatkan Prancis Soal Omar Ismail)

Sumber : Antara