Senin 16 Nov 2015 14:00 WIB

Calo, Jalan Pintas Urus KIR di Bekasi

Red:

Saleh (43 tahun), seorang sopir mobil boks di Bekasi, terpaksa menggunakan jasa calo karena ingin cepat selesai memperpanjang masa berlaku KIR kendaraannya. Apalagi, sebelumnya ia pernah gagal pemeriksaan KIR lantaran kaca depan mobilnya dipasang lapisan film.

"Waktu itu sih ngurus sendiri, makanya gagal dan disuruh copot lapisan filmnya. Karena nggak mau terulang, jadi pakai biro jasa saja," kata Saleh kepada Republika, akhir pekan lalu.

Menurut Saleh, biasanya calo memasang tarif dengan harga yang berbeda-beda. Ada yang memasang tarif Rp 350 ribu hingga Rp 400 ribu. Namun, bila sopir sudah langganan dengan sang calo, harga bisa lebih murah, yaitu sebesar Rp 300 ribu. "Kalau saya kena Rp 350 ribu, soalnya malas menawar harga. Apalagi, kantor juga yang menanggung biayanya," jelasnya.

Penggunaan jasa calo dalam pengurusan surat KIR di Kantor Unit Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Bulak Kapal, Bekasi Timur, memang banyak diminati. Sebab, kendati mematok harga yang lebih mahal, menurut para sopir angkutan barang seperti Saleh, jasa calo lebih praktis dan prosesnya lebih cepat.

Hal ini diakui oleh calo bernama Budi (38). Menurut dia, untuk memperpanjang masa berlaku KIR, angkutan barang pemohon akan dikenakan biaya Rp 350 ribu.

Kendati memasang tarif lebih mahal, Budi menjamin proses perpanjangan masa berlaku KIR bisa terlaksana dengan mudah dan cepat. Adapun syarat untuk memperpanjang masa berlaku KIR adalah surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku KIR. "Paling lama prosesnya satu jam, setelah itu sopir sudah bisa pulang," kata dia.

Budi menuturkan, saat uji KIR, kendaraan diperiksa mulai dari kaca lampu, lampu, wipper, rem, klakson, cat mobil, sabuk pengaman, spion, dan asap knalpot, atau uji emisi. Semua itu harus dinyatakan baik bila ingin kendaraannya lulus pemeriksaan.

Proses uji KIR tersebut, kata Budi, diawali dengan mengisi formulir dan menyerahkan STNK dan buku KIR serta uang Rp 350 ribu. Namun, bila buku KIR hilang maka harus dibuat baru dengan biaya tambahan Rp 110 ribu. Sementara, bila masa berlaku KIR kedaluwarsa, akan dikenakan denda Rp 40 ribu per enam bulan. "Masa berlaku KIR itu tiap enam bulan. Kalau KIR kedaluwarsa setahun, jadi dikalikan dua saja menjadi Rp 80 ribu dendanya," jelasnya.

Bila kendaraan dinyatakan lolos, ujar Budi, sopir hanya perlu menunggu di halaman kosong yang terletak di sisi utara PKB. Satu jam kemudian, sang calo akan memberikan stiker uji lulus pemeriksaan dan dua lembar peneng yang disematkan di pelat nomor kendaraan. "Pokoknya tinggal beres saja, semua sudah saya tangani. Sopir hanya perlu bawa mobil dan ikuti tahap pemeriksaannya," katanya.

Menurut Budi, para sopir tidak perlu khawatir menggunakan jasanya dalam mengurus KIR. Karena, selama proses pemeriksaan fisik kendaraan oleh petugas, ia terus mengawalnya dari awal hingga akhir. "Kalau fisik kendaraan ada yang nggak sesuai, bisa dikenakan biaya tambahan," ucapnya.

Misalnya, kata Budi, sopir akan dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 25 ribu bila kaca depan mobilnya dilapisi lembar film. Sebab, kaca untuk kendaraan angkutan barang atau orang harus transparan, sedangkan lapisan film membuat kaca menjadi gelap. Kemudian, bila kendaraan memakai variasi berupa tanduk di bagian bodi depan, bisa dikenakan biaya tambahan Rp 60 ribu. "Kalau pemeriksaan fisik harus sesuai dengan standar (bawaan asli pabrik). Kalau tidak sesuai, yah dikenakan biaya tambahan. Tapi, bila nggak mau bayar, ya nggak lulus," jelasnya.

Budi mengungkapkan, tidak hanya fisiknya yang tidak sesuai dengan bawaan pabrik, tapi kendaraan yang terdapat kerusakan di bagian bodi juga bisa tak lulus pemeriksaan. Kerusakan itu misalnya, di bagian wipper (pembersih kaca), bohlam ada yang putus, dan bodi telah keropos. "Itu semua bisa ditangani, asal ada biaya tambahan," jelasnya.

Calo KIR lainnya, Anto (34), juga menjamin berkas KIR akan lebih cepat beres jika menggunakan jasanya dibandingkan sopir mengurus berkas sendiri. "Selain cepat, juga dipastikan lulus pemeriksaan," katanya.

Menurut Anto, keberadaan para calo hanya membantu sopir truk dan sopir bus dalam mengurus KIR. Sementara, untuk angkutan umum, biasanya diurus melalui koperasi angkutan. "Kalau angkutan umum, tidak lewat kami, tapi mereka sudah diurus sendiri oleh koperasinya," ujar Anto.

Anto mengungkapkan, dalam sehari, ia bisa membantu setidaknya tiga sampai empat orang sopir dengan keuntungan Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per unit mobil. "Beda dengan PKB Ujungmenteng, di sana banyak pemohon pengurusan KIR. Kalau di sini lebih sedikit," katanya.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) PKB Dinas Perhubungan Kota Bekasi Seno Bachtiar mengatakan, sesuai Perda Nomor 10/2012 tentang Penyelenggaraan Angkutan dan Pengujian Kendaraan Bermotor, biaya retribusi pengurusan KIR mobil angkutan baru sebenarnya tak sampai Rp 100 ribu per unit.

Adapun perinciannya, yaitu untuk mobil baru angkutan penumpang dan barang seperti mobil boks tarif retribusinya hanya Rp 37.500, sementara untuk truk dan bus besar Rp 47.500 per unit. Sedangkan, biaya buku KIR hanya Rp 10 ribu. "Dalam sehari kami bisa melayani 60 sampai 80 kendaraan yang memperpanjang KIR," ujar Seno.

Seno membantah adanya biaya tambahan bila kendaraan tidak sesuai dengan buatan pabrik. Ia menegaskan, bila ada ketidaksesuaian, kendaraan harus dibawa pulang dan diperbaiki. "Kalau ada variasi seperti tanduk di bodi depan, harus dilepas dulu, tidak ada biaya tambahan," kata dia.

Menurut Seno, setidaknya membutuhkan waktu selama satu jam untuk mengurus perpanjangan KIR. Dengan waktu yang sebenarnya cukup singkat itu, ia pun mengimbau agar masyarakat mengurus berkasnya sendiri tanpa menggunakan jasa calo. "Saya sudah sering ingatkan dengan mendirikan papan imbauan agar warga mengurus sendiri," ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Yayan Yuliana mengatakan, jajarannya sudah sering mengimbau warga untuk mengurus sendiri kendaraannya tanpa melibatkan calo. Bahkan, ia mengaku jika Dishub Bekasi sudah sering mengusir calo. Namun, karena masyarakat masih malas mengurus sendiri, calo akan terus ada. "Budaya masyarakat kita yang 'memaksa' adanya calo karena mereka malas mengurus sendiri hingga akhirnya memakai jasa calo," ujarnya.

Yayan percaya, keberadaan calo akan berangsur menghilang bila masyarakat mau mengurus sendiri berkasnya. Jika warga lebih memilih mengurus sendiri berkasnya, kata Yayan, para calo akan jenuh menunggu pemakai jasa mereka. "Jadi, sebetulnya wajar saja bila ada biaya lebih karena warga menggunakan jasanya. Kalau urus sendiri, tidak akan ada biaya lebih," jelasnya.  c37 ed: Endro Yuwanto

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement