Senin 02 Nov 2015 18:00 WIB

Joseph Theodorus Wulianadi (Pak Joger), Pendiri dan Pemilik Pabrik Kata-Kata Joger: Orientasi Bisnis Ala Joger

Red:

Jika pernah berwisata ke Bali, Anda tentunya tak asing lagi dengan Pabrik Kata-Kata Joger yang berada di Jalan Raya Kuta. Tempat ini menyediakan pernak-pernik unik khas Bali, mulai dari baju kaus dengan cap merah di belakangnya, sandal warna-warni, jaket, tas-tas bermotif aneh, hingga sepatu lucu.

Hampir di setiap sudut ruangan Anda bisa menemukan kata-kata unik, bahkan 'garing' karya Pak Joger yang tak jarang mengundang tawa saat membacanya. Siapa sebenarnya Pak Joger? Dia adalah Joseph Theodorus Wulianadi, sang Raja Pabrik Kata-Kata Joger.

Pria dengan gelar BAA BSS alias 'Bukan Apa-Apa' dan 'Bukan Siapa-Siapa' ini dalam setiap pertemuan selalu menyapa sesama dengan ucapan 'good morning, selamat pagi.' Wartawan Republika, Muthia Ramadhani, berkesempatan mendengarkan pengalaman beliau dalam membesarkan Joger sebagai pabrik kata-kata terbesar ketiga di dunia.

Bagaimana awal berdirinya Joger?

Sekitar Agustus 1980, saya dan istri memulai usaha di bidang batik dan kerajinan tangan dengan modal Rp 500 ribu. Usaha ini khusus menggarap konsumen domestik dengan sistem pemasaran door to door alias gedor-gedor rumah orang. Ini karena kami belum punya toko. Pada Januari 1981, kami berhasil membuka toko pertama kami bernama Art & Batik Shop Joger di Jalan Sulawesi 37, Denpasar. Itu semua berkat dukungan dari berbagai pihak dan pinjaman dari ibu saya, Anna Maria Kanginadi.

Mengapa namanya Joger?

Nama Joger aslinya adalah singkatan dari Joseph dan Gerhard. Joseph adalah nama depan saya, sedangkan Gerhard adalah nama depan teman sekolah saya, Gerhard Seeger, di Jerman dulu. Saya tiga tahun tinggal di Jerman. Beliau yang menghadiahi saya uang sebesar 20 ribu dolar AS atau sekitar Rp 18 juta kurs dolar saat itu ketika saya pulang kembali ke Indonesia.

Bagaimana perkembangan Joger di Bali?

Kami sempat mempunyai tiga toko. Selain di Jalan Sulawesi 37, kami juga membukanya di Jalan Sulawesi 41. Pada 1986, atas hibah sebidang tanah dari ibu saya, kami berhasil membuka toko ketiga, Joger Handicraft Center atau saat ini menjadi Pabrik Kata-Kata Joger di Jalan Raya Kuta yang masih berdiri sampai sekarang.

Mengapa Joger menjadi pabrik kata-kata?

Saya suka membuat dan menyusun kata-kata. Joger adalah pabrik kata-kata terbesar ketiga di dunia. Kami "terpaksa" mengatakan itu karena pabrik kata-kata pertama dan kedua di dunia itu tidak ada, kecuali ada yang mengada-ada. Makanya, kami bilang kami ini yang ketiga. Hak cipta ada di tangan kami.

Joger senantiasa bersikap BAJU2RA6BER alias bersikap BAik, JUjur, RAmah, RAjin, BERtanggung jawab, BERani, BERinisiatif, dan BERsyukur. Ini menjadikan kami benar-benar bermanfaat bukan hanya untuk toko sendiri, melainkan juga sesama dan lingkungan.

Mengapa hanya ada satu toko di Bali?

Joger sebetulnya memiliki peluang besar dengan tingginya permintaan pasar akan produk-produknya di dalam dan luar negeri. Joger bisa melebarkan sayap ke berbagai kota dan negara. Namun, kami sadar bahwa kami bukanlah pohon yang harus bercabang-cabang, juga bukan burung yang harus melebarkan sayap ke sana kemari.

Pada Juli 1987, saya pun memutuskan untuk menutup dua toko lain dan fokus menggarap satu toko saja di Kuta. Kami secara tegas melarang penjualan semua produk bermerek dagang, bercap, atau bertanda tangan Joger oleh pihak lainnya. Meski dua toko lain kami tutup, dengan manajemen dan pengelolaan yang baik, dalam waktu 1,5 tahun kami bisa mendapatkan omzet setara tiga toko.

Bedanya Joger dengan Teman Joger?

Pada prinsipnya Joger tak akan pernah membuka cabang. Asal mula berdirinya Teman Joger di Bedugul itu karena permintaan masyarakat sekitar sana. Pada 2006, Bedugul nyaris dihapuskan dari daftar kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara. Selain lokasinya sangat jauh dari destinasi wisata umum di Bali, wisatawan pun kerap bosan karena tak ada objek yang bisa disinggahi sepanjang Tanah Lot hingga Bedugul.

Berdirinya Teman Joger bisa menghidupkan kembali pariwisata Bedugul. Wisatawan punya alasan untuk datang ke sana sekalian berwisata belanja, tanpa harus datang ke Pabrik Kata-Kata Joger di Kuta. Teman Joger bukan cabangnya Joger, melainkan sebatas TEMpat penyamanAN yang berlokasi di Jalan Raya Denpasar-Bedugul KM 37,5.

Joger adalah bisnis berorientasi kebahagiaan, maksudnya?

Jika keuntungan (profit) adalah tangible alias nilai yang terlihat secara fisik, kebahagiaan adalah intangible atau nilai yang tak berwujud. Sejak awal berdirinya, Joger menyebarluaskan konsep berpikir "garing" dengan menyeimbangkan penanaman modal dunia nyata (PMDN) dan penanaman modal akhirat (PMA).

Kami berprinsip, biarlah sedikit tapi cukup, ketimbang banyak (uang) tapi waktu untuk diri sendiri dan keluarga tak cukup. Ini dia yang kami sebut bisnis berorientasi kebahagiaan (happiness oriented), di mana lahir batin, dunia akhirat seimbang.

Prinsip pemasaran produk?

Orang-orang selalu menyebut 4P dalam pemasaran (marketing), yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion (promosi). Menurut saya, ada satu lagi 'P' yang terlupakan, yaitu person with good personality. Jadi, seorang pebisnis dengan kepribadian kuat akan sukses dengan bisnisnya. Pemasaran itu konsep, bukan fungsi.

Ciri khas pemasaran Joger?

Semakin besar omzet semakin senang si pebisnis. Itu pemikiran kebanyakan orang, tapi tidak untuk Joger. Kami mempunyai aturan yang harus ditaati pelanggan, salah satunya tidak boleh membeli produk sejenis lebih dari 12 potong. Joger itu sama dengan laboratorium saya untuk belajar pemasaran. Inilah yang membuat Joger bertahan dan dikenal hingga saat ini.

Alasannya?

Menjadi pengusaha itu harus merdeka. Merdeka di sini artinya kita yang harus mengendalikan produk kita, bukan kita yang dikendalikan oleh produk. Mentang-mentang permintaan banyak, satu orang pembeli bisa saja memborong semua produk kami. Tapi, aturan pembatasan pembelian maksimal 12 potong ini berarti kami yang mengendalikan produk kami.

Waktu awal Joger berdiri, banyak pelanggan mengeluhkan barang cepat ha bis karena diborong oleh satu orang. Mereka memborong karena alasan mereka punya uang. Saya tak ingin demikian. Saya ingin pelanggan membeli produk karena cinta dan menghargai karya saya. Dulu sempat banyak pejabat beruang yang ingin memborong produk Joger, bahkan menugasi asisten-asistennya. Tak jarang, jika saya tak suka dengan mereka, saya bahkan tak jual.

Pernah juga ada pembeli yang memborong 18 produk yang sama dari toko. Saya meminta yang bersangkutan mengembalikan enam produk ke tempat asalnya. Ini bukan trik dagang, melainkan lebih kepada sikap dan prinsip. Saya tak mau produk-produk dan karya saya semakin jelek karena menjadi komoditas. Ciri komoditas itu kan ada uang ada barang. Seseorang harus mempunyai apresiasi dulu, baru dia boleh membeli produk saya.

Jika demikian, kategori pengusaha seperti apa Anda?

Saya mungkin tidak dilahirkan sebagai pengusaha. Jika sekarang saya seperti seorang pengusaha, saya lebih suka disebut pengusaha seniman. Saya mengutamakan kepuasan batin. Masalah kantong itu gampang. Joger murni hasil rekayasa atau ciptaan yang dijaga, dipelihara, serta ditumbuhkembangkan dengan nilai-nilai moral, sosial, ekonomi, dan spiritual.

Rahasia sukses Anda?

Saya ini tumbuh dari bawah. Dulu, saya tak punya rencana apa-apa dalam hidup. Setiap kali saya merencanakan sesuatu, pasti hasil akhirnya berbeda dengan yang direncanakan. Jadi, saya ini adalah korban dari kebaikan nasib.

Banyak orang menaruh curiga karena saya sangat filantropi. Mereka mengira saya sering mendapat pengalaman buruk dari hidup. Bukan, justru saya mengalami hal-hal yang bagus sepanjang hidup. Saya mensyukuri baik buruk hidup ini. Menurut saya, menjadi pengusaha bukan sekadar mencari untung atau dikejar oleh keuntungan semata.

Bagaimana menghadapi kompetitor?

Seorang pengusaha kreatif itu tidak bersaing dengan orang lain, tetapi dengan diri sendiri. Pengusaha kreatif menciptakan ciri khas produknya sendiri, bukan mengekori produk orang lain. Sebuah merek dagang asal Yogyakarta pernah mengikuti konsep saya. Saat saya membuat kata-kata 'Everyday is Sunday in Bali,' mereka membuat 'Everyday is Sunday in Jogja.' Itu contoh sederhana. Namun, karya hasil jiplakan tak akan pernah bertahan lama.

Pernah berpikir alih profesi?

Sebetulnya banyak peluang lain datang ke saya, salah satunya adalah tawaran di dunia politik. Namun, saya merasa optimal dengan apa yang saya jalani saat ini.

Joger terkenal dengan slogan Balinesia, artinya?

Balinesia adalah wujud rasa cinta saya untuk Indonesia. Saya membuat istilah Balinesia pada 2004 dan sudah terdaftar serta memiliki hak cipta. Balinesia berarti Bali yang tak akan pernah terpisahkan dari Indonesia. Balinesia adalah Bali yang juga tak akan pernah terpisahkan dari ASEAN, Asia, dunia, dan alam semesta.

Target Anda ke depannya?

Anak saya pernah mengajukan pertanyaan sama, mengapa Joger tak punya target jangka pendek, menengah, dan panjang? Saya jawab, target kita cuma satu, yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan itu patut kita syukuri. Kebahagiaan itu bukan hanya hal-hal yang menyenangkan, melainkan juga hal-hal buruk yang datang dalam kehidupan.

Kebanyakan orang berpikir hidup itu mencari enaknya saja. Belum tentu. Jika ada yang tak enak datang, kita jalani dengan penuh syukur, kebahagiaan dalam kondisi yang tidak enak pun tetap bisa kita rasakan. Terima kasih atas perhatian dan simpati Anda pada Joger kecil yang jelek, namun sehat dan tidak jahat ini. n ed: mansyur faqih

Keluarga Lebih Penting dari Uang

Satu malam pada 1989 sekitar pukul 22.30 WITA, Joseph Theodorus Wulianadi mendapati putranya, Armand Setiawan, mencegatnya sepulang kerja. Armand yang kala itu masih berusia tujuh tahun tak bisa tidur dan mengungkapkan kerisauan hatinya di balik kesuksesan bisnis sang ayah.

Rupanya si buah hati menagih janji ayah yang merupakan pendiri dan pemilik Pabrik Kata-Kata Joger. Sebelumnya, Joseph pernah mengatakan kehidupan keluarga mereka akan jauh lebih baik jika memiliki tiga toko Joger sekaligus. Joseph pun bertanya kembali pada Armand tentang apa yang dirasakannya setelah itu semua terwujud.

"Hidup kita memang lebih enak, Pa. Tapi, tidak lebih baik," jawab Arman sebagaimana diungkapkan Joseph. Hati kecil Joseph tersentuh dengan curahan hati putranya itu. Armand mengungkapkan, sebelumnya dua orang tuanya selalu ada waktu untuk bermain pada Sabtu dan Ahad saat mereka masih memiliki satu toko. Hal itu seketika berubah setelah bisnis Joger berkembang hingga memiliki tiga cabang.

Setelah mengenyam sukses, Armand mengakui orang tuanya banyak memiliki mobil, namun dia selalu diantar sopir dan hanya ditemani Oma (nenek). Pribadi sang ayah pun perlahan berubah. Armand merasa pengelolaan toko menyita waktu sang ayah. Anak itu merasa ayahnya lebih mudah marah dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya singkat dan seadanya.

Keesokan paginya, pria kelahiran Denpasar, 9 September 1951 tersebut mendiskusikan keluhan sang anak bersama istri. Melalui perdebatan cukup panjang, akhirnya keduanya bersepakat untuk menutup dua toko di Denpasar dan hanya membuka satu toko di Kuta. Rencana mereka ini sempat disayangkan oleh rekan kerja dan keluarga lainnya. "Tak ada gunanya kita menciptakan masa depan untuk anak-anak kita, namun masa kininya kita abaikan," ujar Joseph.

Saat memutuskan menutup dua pundi usahanya, Joseph berjanji pada istri bahwa satu toko yang tersisa akan menghasilkan omzet yang sama dengan tiga toko dalam 1,5 tahun. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, Pabrik Kata-Kata Joger di Kuta berhasil meraih omzet hingga tiga kali lipat. "Apa gunanya banyak uang, tapi tak ada waktu untuk menikmatinya," kata Joseph yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Perhotelan Hotelfachshule, Jerman Barat, tersebut.

Adik kandung seniman sekaligus pengusaha asal Semarang, Jaya Suprana, ini pun "bertobat" dan membatalkan niatnya menjadi konglomerat. Sejak itu, Joseph mengelola bisnisnya untuk mengejar kebahagiaan, bukan keuntungan semata. n ed: mansyur faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement