Senin 26 Oct 2015 09:40 WIB

Wanita Berpenciuman Tajam Lebih Berisiko Idap Kanker

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Indira Rezkisari
Respons yang kuat seorang wanita terhadap aroma bisa menjadi salah satu penanda keberadaan mutasi gen pada ovarium yang bersangkutan. Hal itu juga menyiratkan bahwa mutasi gen dapat memengaruhi siklus menstruasi, yang pada gilirannya bakal membentuk faktor
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Respons yang kuat seorang wanita terhadap aroma bisa menjadi salah satu penanda keberadaan mutasi gen pada ovarium yang bersangkutan. Hal itu juga menyiratkan bahwa mutasi gen dapat memengaruhi siklus menstruasi, yang pada gilirannya bakal membentuk faktor

REPUBLIKA.CO.ID, Penelitian terbaru menyebutkan adanya hubungan penciuman yang tajam dengan risiko terkena kanker tertentu pada seseorang. Menurut studi tersebut, wanita yang punya penciuman yang lebih baik dari rata-rata orang normal, berkemungkinan memiliki risiko kanker yang lebih tinggi.

Tim peneliti dari University of North Carolina Keck Medicine School di AS belum lama ini melakukan observasi terhadap siklus estrus (birahi) tikus betina —yang memiliki kesamaan dengan siklus menstruasi manusia/perempuan. Tikus yang dijadikan objek dalam penelitian tersebut adalah tikus yang membawa mutasi gen yang diketahui dapat meningkatkan risiko kanker payudara dan ovarium.

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa siklus etrus tikus termutasi itu lebih mudah dirangsang oleh bau-bauan atau aroma, dibandingkan tikus normal. Tidak hanya itu, mereka juga mendapati ovarium tikus termutasi tersebut bertindak secara independen sebagai perantara sinyal-sinyal penciuman dari hidung.

“Penelitian ini menunjukkan bahwa rasa penciuman yang lebih baik dapat berkontribusi pada peningkatan risiko kanker pada wanita dengan mutasi BRCA1,” kata Direktur Medis Patologi Molekuler dari USC Norris Comprehensive Cancer Center, Louis Dubeau, seperti dikutip laman Independent, Senin (26/10).

Menurutnya, respons yang kuat seorang wanita terhadap aroma bisa menjadi salah satu penanda keberadaan mutasi gen pada ovarium yang bersangkutan. Hal itu juga menyiratkan bahwa mutasi gen dapat memengaruhi siklus menstruasi, yang pada gilirannya bakal membentuk faktor risiko kanker payudara dan ovarium.

Dalam merekonstruksi hasil temuannya, para peneliti mengisolasi tikus betina normal dari tikus betina yang membawa mutasi BRCA1. Selanjutnya, mereka membandingkan kondisi yang terjadi pada kedua objek tersebut. Hasil penelitian lalu mereka terbitkan lewat jurnal Public Library of Science (PLoS) ONE pada Rabu (21/10) lalu.

Dubeau mengatakan, para ilmuwan telah lama mengungkap berbagai reseptor bau yang terdapat pada semua jaringan tubuh hewan atau manusia. Namun, sedikit dari mereka yang mengetahui adanya reseptor lain di luar hidung.Dubeau menambahkan, jaringan tertentu yang terdapat pada payudara dan organ reproduksi dapat menyebabkan wanita yang membawa mutasi gen BRCA1 menjadi lebih rentan terhadap kanker. “Kami menemukan bahwa mutasi BRCA1 tidak hanya memengaruhi jaringan-jaringan tersebut secara langsung, tetapi juga secara tidak langsung dengan mengubah cara mereka berkomunikasi dengan sel-sel lainnya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement