Senin 12 Oct 2015 10:55 WIB

Sanksi tak Naik Kelas Bagi Siswa Perokok Dikritisi

rokok diyakini bisa mempengaruhi tingkat kecerdasan anak dan remaja.
Foto: corbis
rokok diyakini bisa mempengaruhi tingkat kecerdasan anak dan remaja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lentera Anak Indonesia Lisda Sundari mengkritisi rencana Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang akan memberikan sanksi tidak naik kelas dan tidak mendapat layanan kesehatan kepada siswa di kabupaten tersebut yang kedapatan merokok.

"Menurut kami, hukuman tidak naik kelas tersebut tidak perlu diterapkan. Negara menjamin perlindungan dan memfasilitasi anak untuk mendapatkan akses pendidikan," kata Lisda Sundari melalui siaran pers, Senin (12/10).

Menurut Lisda, menghambat anak dalam mencapai hak pendidikan adalah sebuah pelanggaran konstitusi. Justru yang menjadi kewajiban negara adalah melindungi anak dari zat adiktif seperti rokok.

Karena itu, Lentera Anak Indonesia meminta kepada Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi untuk lebih dahulu membuat peraturan daerah yang memberikan perlindungan kepada anak dari rokok secara komprehensif.

"Kami mengapresiasi Bupati Dedi Mulyadi yang akan melarang penjualan rokok kepada anak di bawah umur di warung, toko dan minimarket serta larangan merokok bagi anak di bawah umur. Namun, itu belum cukup," tuturnya.

Lisda mengatakan selain larangan penjualan rokok bagi anak di bawah umur, perlindungan anak dari rokok yang komprehensif juga harus melarang iklan rokok di seluruh wilayah dan penegakan kawasan tanpa rokok.

"Bila kebijakan tersebut sudah diterapkan dan masih terdapat anak-anak yang merokok, maka mereka patut diberikan sanksi yang relevan tetapi bukan tidak naik kelas," katanya.

Menurut survei dari Global Youth Tobbaco pada 2014, sebanyak 64,5 persen remaja membeli rokok di warung atau toko tanpa ada penolakan dari pemilik warung atau toko.

Sedangkan berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013, perokok aktif mulai dari usia 10 tahun ke atas berjumlah 58.750.592 orang. Jumlah perokok usia 10 tahun hingga 14 tahun meningkat dari 71 ribu pada 1995 menjadi 425 ribu pada 2010.

Monitoring yang dilakukan Lentera Anak Indonesia, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) dan Smoke Free Agent pada 2015 di lima kota di Indonesia menunjukkan iklan produk rokok bertebaran di 85 persen sekolah di Indonesia.

Belum semua daerah di Indonesia juga memiliki peraturan tentang kawasan tanpa rokok. Dari 514 daerah yang meliputi provinsi dan kabupaten/kota, baru 164 daerah yang memiliki peraturan daerah kawasan tanpa rokok.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement