Jumat 04 Sep 2015 19:33 WIB

Mendesak, DPD Minta RUU Migas Segera Kelar

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Dwi Murdaningsih
Ladang migas
Foto: Yudhi Mahatma/Antara
Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN --Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Djasarmen Purba, meminta beberapa undang-undang untuk segera disahkan, terutama yang dianggap penting oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Ia mengungkapkan ada 14 rancangan undang-undang yang dianggap Pemprov Kalsel penting dan harus disahkan dalam penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

''Diantaranya adalah Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. UU ini sendiri sudah beberapa tahun yang lalu diminta agar ada kesimbangan antara keuangan pemerintah daerah dan pusat,'' kata Djasarmen, dalam Forum Group Discussion (FGD) dalam rangka Inventarisasi Materi Penyusunan Usul DPD RI Untuk Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2016 yang digelar oleh PPUU DPD RI, dan diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Jumat (4/9).

Djaserman menyebutkan, dari semua usulan tersebut, sudah 7 RUU yang masuk prioritas tahun ini. Diantaranya, RUU Migas, Minerba, Hak Adat, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Terkait bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah, senator asal Kepulauan Riau ini menyebutkan pihaknya sudah membuat panitia khusus agar pembagian royalti seimbang. Djasarman menambahkan, pihaknya sudah pernah bertemu dengan kementerian terkait untuk membahas masalah ini.

''Saat ini DPD terus memperjuangkan nilai royalti yang didapat oleh daerah penghasil,'' jelasnya.

Kepala Biro Hukum Pemprov Kalsel, Awi Sundari yang menjadi salah satu narasumber FGD menuturkan, implementasi pengesahan UU pada kenyataannya sulit dilaksanakan, karena berkaitan dengan UU yang lain. ''UU ini yang kami harapkan DPD bisa memperjuangkannya,” ujar Awi.

Selain itu menurut Awi, UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara juga harus dijadikan prioritas utama dalam Prolegnas. Sebab, jika mengacu pada regulasi yang ada saat ini, Kalsel sebagai daerah penghasil malah mendapatkan royalti yang sedikit daripada pemerintah pusat.  

Padahal, kata Awi, dampak dari eksploitasi hasil mineral dan batubara ini banyak mendapat kritikan masyarakat, karena  merusak lingkungan daerah penghasil. “Harusnya dikaji ulang UU ini, regulasi ini merugikan daerah penghasil seperti kami. Paling tidak 50-50,” ucapnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement