Rabu 26 Aug 2015 14:00 WIB

MUI Diminta Jadi Mitra Pemerintah

Red:

SURABAYA -- Presiden Joko Widodo membuka Munas IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Surabaya, Selasa (25/8). Ia meminta MUI membangkitkan optimisme umat di tengah melemahnya peekonomian sekaligus menjadi mitra strategis pemerintah.

"Peran konstruktif MUI sangat diperlukan dalam memandu dan membangkitkan optimisme masyarakat, lebih-lebih dalam situasi melambannya pertumbuhan ekonomi nasional seperti sekarang ini," kata Jokowi, di Surabaya, kemarin.

Masyarakat, sambung Jokowi, harus dipandu untuk tetap berpikir positif dan bekerja produktif. Dengan cara itu, sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa menjadi negara yang kuat.

Presiden juga meminta MUI tetap menjadi mitra strategis pemerintah dengan mendukung program-program pembangunan. Sebaliknya, Jokowi juga menyatakan komitmen pemerintah untuk membuka diri dan menerima berbagai masukan.

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga membahas soal tema Muktamar MUI kali ini, yakni "Islam Wasathiyah untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban". Menurut Jokowi, tema yang diusung itu ibarat sebuah muara tempat bertemunya banyak sungai.

Di antaranya terdapat dua sungai besar yang airnya tak pernah kering dan menghidupi bangsa Indonesia, yakni sungai 'Islam Nusantara' yang menjadi kredo Nahdlatul Ulama dan 'Islam Berkemajuan', kredonya Muhamadiyah.

"Sungai-sungai tersebut akhirnya pasti bertemu di sebuah muara, di tujuan akhir dan mulia, yaitu 'Islam untuk Indonesia dan Dunia yang Berkeadilan dan Berkeadaban', Islam yang rahmatan lil alamin," kata Presiden.

Sedangkan, Ketua MUI Din Syamsuddin mengharapkan ke depannya MUI tidak hanya mengurusi umat Islam di Indonesia, tapi juga mengurus umat Islam di dunia. Untuk itu, paham Islam wasathiyah yang mencerminkan budaya keindonesiaan harus didorong untuk go international.

 

"Kita ingin mewujudkan yang menurut Alquran Islam merupakan umat 'tengahan' yang mengandung arti moderat," ujarnya pada Pembukan Munas IX. Moderat itu, katanya, tidak terjebak pada ekstremitas, seperti paham radikal dan juga paham liberal. "Dalam pengertian bertenggang rasa kepada pihak lain. Tidak boleh kemudian main pokoke," ujarnya menegaskan.

 

Menurut Din, MUI akan mengupayakan Islam yang inklusif atau Islam yang menampung semuanya. Bukan eksklusif atau Islam yang kemudian ingin mendepak atau mengeluarkan orang lain, apalagi dengan sesama Muslim.

 

Wasathiyah semacam itulah yang ingin dikedepankan dan ini merupakan ajaran Alquran. Implementasinya, MUI harus menjadi tenda besar umat Islam, baik yang bergabung pada ormas-ormas Islam maupun yang belum bergabung dan jumlahnya juga sama besarnya. "Jadi, munas ini ingin mengukuhkan wawasan keislaman seperti itu," kata Din.

 

Ia juga menyampaikan, ada keperluan untuk menginternasionalisasikan paham budaya Islam di Indonesia ini keluar. Pertama, karena ada tangung jawab moral Indonesia ini merupakan negeri dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Din juga menginginkan Munas IX MUI tak diwarnai persaingan antarpara ulama maupun zuama (pemangku jabatan). "Musyawarah itu bukan musabaqah, maka tidak perlu ada persaingan, namun harus bisa dilakukan dengan musyawarah," ujar Din menegaskan.

Soal kesiapannya melanjutkan jabatan di MUI, Din menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme musyawarah. Ia mempersilakan bila majelis musyawarah MUI ingin mengajukan calon lain. "Kembali saya tak menjawab ya atau tidak untuk dicalonkan. Namun, hanya menyatakan etika saya dalam lingkaran perkhidmatan dan keagamaan ini jangan sampai ada persaingan," katanya.

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mendukung niat cita-cita MUI mendorong Islam 'tengahan'. "Islam yang moderat, Islam yang bisa dijadikan model bagi dunia Islam yang toleran, Islam yang rahmatan lil 'alamin, yang memperjuangkan keadilan dan persamaan," kata Zulkifli.

Zulkifli menambahkan, keadilan itu maksudnya adalah kemakmuran bersama bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai kemakmuran ini hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat, tetapi harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Pemilihan ketua umum MUI Pusat dalam munas nantinya ditentukan oleh tim formatur. "Seorang ketua umum dipilih berdasarkan kesepakatan tim formatur terpilih," ujar Ketua Panitia Lokal Munas IX MUI 2015 Abdusshomad Buchori.

Para anggota tim formatur, kata dia, akan diisi oleh 15 hingga 17 anggota yang dipilih berdasarkan perwakilan wilayah dan sejumlah pengurus demisioner dari MUI Pusat periode sebelumnya. Ia menjelaskan, nama-nama yang dipercaya duduk sebagai anggota tim formatur merupakan utusan setelah melalui kesepakatan masing-masing unsur.

Kendati akan dipilih oleh tim formatur, panitia menolak istilah "ahlul halli wal 'aqdi" untuk penyebutan proses pemilihan ketua umum meski sama-sama menggunakan sistem musyarawah mufakat sebagaimana pada proses pemilihan rais aam di Muktamar NU awal Agustus 2015. "Tidak ada istilah AHWA atau istilah lainnya. Di MUI tak mengenal penyebutan istilah itu, meski pengertiannya sama, yakni musyawarah mufakat," katanya. n agus raharjo/antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement