Rabu 19 Aug 2015 12:08 WIB

Izin Edar Obat Hambat Pengentasan Hepatitis

Rep: C18/ Red: Indira Rezkisari
Pita merah kuning simbol Hepatitis C,
Foto: fundraisingforcause
Pita merah kuning simbol Hepatitis C,

REPUBLIKA.CO.ID, Hepatitis menjadi musuh bersama yang harus segera dimusnahkan. Namun terbatasnya akses masyarakat terhadap obat-obatan yang dinilai ampuh untuk mengendalikan penyakit tersebut membuat penyakit ini sulit untuk dihentikan.

"Ada obat namanya Sofosbuvir yang bisa 90 persen bahkan 100 persen ampuh untuk menyembuhkan penyakit itu bagi beberapa genotype," kata Advocacy and Policy Officer Indonesian AIDS Coalition (IAC) Sindi Putri, Selasa (18/8) di Jakarta.

Sindi mengatakan obat ini sangat dibutuhkan masyarakat menyusul tingginya efektivitas dan efek samping yang relatif lebih aman. Sayangnya, terang Sindi, tak semua masyarakat mampu mengakses obat tersebut lantaran harganya yang masih terlampau tinggi.

"Harga dijual hingga Rp 3,6 juta per botol untuk konsumsi empat pekan. Sedangkan penyembuhan hepatitis membutuhkan tiga sampai enam bulan tergantung dari tipe virus hepatitis yang diidap," terang Sindi.

Sindi mengatakan tak hanya harga yang menghambat akses obat tersebut tapi juga masalah registrasi di BPOM yang masih belum selesai dan membuat Sofosbuvir belum bisa beredar di Indonesia. Padahal, kata Sindi, registrasi sofosbuvir sudah dimulai sejak Maret 2015 kemarin.

"Tapi sampai sekarang informasinya masih belum selesai untuk proses izin edarnya," terang Sindi.

Sindi berharap Kementrian Kesehatan bisa membarikan rekomendasi kepada BPOM untuk mempercepat proses registrasi obat tersebut. Pasalnya, terang Sindi, jutaan masyarakat Indonesia membutuhkan obat tersebut dengan secepatnya.

Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementrian Kesehatan (kemenkes), Sigit Priohutomo tak bisa berbuat banyak mengenai proses registrasi Sofosbovir. Katanya, masih ada persyaratan Sofosbovir yang masih belum selesai di BPOM. 

"Persyaratan lengkapnya saya kurang tahu tapi yang jelas kemenkes hanya bisa meminta peredaran obat itu dan BPOM yang sepenuhnya menguji komposisi serta keamanan dan administrasi obat," terang Sigit.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement