Selasa 18 Aug 2015 19:01 WIB

Sultan: Ironis Pendidikan Kemaritiman Belum Diajarkan di Sekolah

Rep: neni ridarineni/ Red: Taufik Rachman
Sri Sultan Hamengku Buwono X
Foto: Republika/Amin Madani
Sri Sultan Hamengku Buwono X

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Secara geografis kepulauan Nusantara disebut “archipelago”, yang terjemahannya adalah “gugusan pulau”“perairan yang bertaburkan pulau-pulau”. Mestinya Indonesia lebih tepat disebut “negara maritim” daripada “negara kepulauan”.

Ironisnya, pendidikan kemaritiman dan kelautan yang menjadi karakter khas Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum pernah diajarkan di berbagai sekolah, kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutan Pengarahan acara ramah tamah dengan Paskibraka DIY Tahun 2015, di Bangsal Kepatihan Yogyakarta, Selasa (18/8).

Selama ini, kata HB X, pendidikan kita masih berbasis agraris, atau kontinental. Sehingga masyarakat maritim dari luar Jawa pun yang menempuh studi di Jawa diajarkan pendidikan yang tidak sesuai dengan kondisi di daerah asalnya.

Untuk menggali dan mengkaji serta merevitalisasi semangat nusantara langkah awalnya harus berangkat dari pengertian atas kosakatanya dulu. “Nusantara”, berakar kata “nusa”, artinya pulau atau kesatuan kepulauan, dan “antara” yang menunjukkan letak antara dua unsur. ‘’Sehingga jika dipadukan, maka makna Nusantara adalah: “Kesatuan Kepulauan yang terletak antara dua Benua dan dua Samudera”, yang tidak lain adalah NKRI.

Menurut Sultan, dengan letak geografis yang strategis seperti itu, konsekuensinya penghuni yang berada di wilayah Nusantara itu harus memiliki Wawasan Nusantara, sekaligus Wawasan Bahari, atau dipadatkan menjadi Wawasan Nusantara Bahari.

Dalam upaya revitalisasi semangat itu, konsekuensi lanjutannya bahwa bangsa Indonesia harus paham Geopolitik, yang memerlukan perubahan paradigmatis dari semangat berbasis kontinental ke basis kemaritiman.

Memang, ada perbedaan besar antara Negara Kepulauan dan Negara Maritim. Cara mempertahankan kedaulatan juga berbeda dalam strategi militernya. Negara Kepulauan mengandalkan Angkatan Darat sebagai first line of defence. Sedangkan Negara Maritim mengandalkan Angkatan Laut yang memiliki kekuatan anti blokade di wilayah sendiri, maupun di perairan musuh, ungkap Sultan.

Acara ini diikuti sekitar 415 Paskibraka dari seluruh DIY. Pada kesempatan ini perwakilan Paskibraka dari DIY, Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Gunungkidul, Kulon Progo berdialog dengan Gubernur DIY.  Maxzara Doli yang mewakili Paskibraka dari Sleman mempertanyakan tentang banyaknya berdirinya mall dan hotel di DIY.

Sultan mengemukakan pembangunan mall dan hotel itu perijinannya dari kabupaten/kota. ‘’Saya hanya bisa memberitahu kalau mendirikan hotel dan mall itu jangan banyak-banyak dan jangan di pemukiman penduduk. Kalau pendirian hotel/mall di pemukiman penduduk banyak masyarakat yang tidak setuju,’’tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement