Ahad 16 Aug 2015 14:25 WIB

Zoon In--Surga Tersembunyi di Timur Flores

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Teronggok di timur Pulau Flores, ia seakan terlupakan. Berada di sini serasa seperti berada di belahan planet lain. Namun, saya sepenuhnya sadar masih menapak di Pulau Flores. Jauh dari ingar bingar sisi baratnya, Pulau Komodo dan Labuan Bajo.

Flores Timur menjanjikan ketenangan, ke sederhanaan dan panorama alam yang seakan menyihir untuk tetap berada di tempat itu.

Tidak ada pendingin ruangan, kafe, penjual, dan bahkan alat scan belum ada. Setiap penumpang yang baru turun dari pesawat harus antre satu per satu untuk diperiksa tas dan kopernya. Benar-benar dicek satu per satu sehingga memerlukan waktu yang lama.

Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur hanya memiliki satu bandar udara yang melayani penerbangan pesawat baling-baling dari Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Gewa yantana, andara paling asri dengan pemandangan alam indah yang pernah saya datangi.

Dari bandara saya naik mobil sewaan menuju pusat kota yang hanya butuh waktu sekitar lima belas menit. Jalan yang sangat lengang. Larantuka memang kecil, hanya terdiri dari tiga jalur utama. Jalur atas berbatasan langsung dengan gunung, jalur tengah sebagai poros dan pusat kota, jalur bawah berbatasan langsung dengan pantai. Karena itu, Anda tidak mungkin tersesat di kota kecil yang sibuk ini.

Sentuhan Portugis

Saat menyusuri kota Larantuka, terlihat jelas percampuran budaya Portugis dengan Lamaholot. Ya, di sinilah, berabad-abad silam Portugis berlabuh, dan kemudian tertambat pada kota yang cantik ini. Dari tempat ini pulalah nama Flores berasal.

Portugis memberi nama Flores yang bernama asli Nusa Nipa atau Pulau Ular ini. Julukan Cabo da Flora dalam bahasa Portugis ini diperkirakan diberikan kepada bawah laut Flores Timur yang banyak dijumpai bunga-bunga berwarna-warni dan terumbu cantik. Namun sayang pada 1992 gempa besar menyapu bawah laut dan terumbu karang di Flores Timur.

Di Larantuka budaya Portugis, Lamaholot, dan Melayu berpadu. Alam, budaya, dan adat istiadat dari berabad-abad silam pun masih kentara sampai sekarang. Hungen Baat Tonga, Belolo Rera Wulan Tanah Ekan, Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai salah satu kesatuan total yang tidak dapat dipisahkan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot.

Dan sore itu saya menghabiskan senja di kawasan Kapela Tuan Ma dan Kapela Tuan Anna jalur bawah, yang berbatasan langsung dengan pantai. Bercengkerama dengan anak-anak kecil yang jauh dari gadget, tidak mengenal sosmed, gamesdi tablet. Tawa dan kepolosan mereka sungguh menyenangkan hati. Saya langsung akrab dan larut dalam candaan mereka.

Di alun-alun kota yang tak jauh dari situ terdapat pula pusat kuliner. Kebanyakan penjualnya dari Jawa, menawarkan aneka masakan laut dan kuliner Jawa.

Saya bermalam di kawasan pusat kota. Hotel dan penginapan yang banyak terdapat di pusat kota.

Esok harinya saya memutuskan menjelajah Flores Timur dengan berkendara motor. Saya ingin lebih bebas menikmati pemandangan tempat itu.

Dari pusat kota, saya berkendara ke arah barat menuju desa tenun Waibalun. Menurut informasi yang saya dapat, hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke sana. Desa tenun itu tak jauh dari Pelabuhan Waibalun. Namun, berkendara motor di sini tidaklah mudah, butuh konsentrasi penuh. Betapa tidak, pemandangan ke arah kiri yang berbatasan langsung dengan pantai sangat menggoda, padahal jalan di sisinya tidak dilindungi pembatas.

Sesekali saya berhenti sejenak di pinggir jalan, hanya untuk diam memandang ke lautan lepas yang tenang. Maka saya kemudian menyebut Larantuka sebagai kota pelabuhan tepi danau. Karena lautan biru nya yang cantik ini tenang , lebih mirip seperti danau.

Larantuka tidak berhadapan langsung dengan lautan lepas, dilindungi oleh dua Pulau di depannya, yakni Pulau Solor dan Pulau Adonara yang masih termasuk dalam kawasan Flores Timur juga.

Desa tenun

Sampai di kawasan Waibalun, terdapat sebuah pulau kecil dengan vegetasi yang masih sangat rimbun dan hijau yang hanya sekitar 150 meter dari garis pantai. Di puncak Pulau Waibalun , berdiri megah patung Yesus setinggi 13 meter. Tempat itu dinamakan Taman Berdoa Yesus Gembala yang Baik . Untuk ke sana dapat menyewa kapal masyarakat di sekitar pantai.

Tak jauh dari tempat itu akhirnya saya sampai di desa tenun Waibalun. Tempat di mana tangan-tangan cekatan para ibu memasukkan benang ke alat tenun tradisional kemudian menenunnya menjadi sebuah kain yang indah. Bukan proses yang mudah dan waktu yang sebentar untuk mendapat kan hasil sebuah syal atau sarung tenun khas Flores Timur. Dengan proses yang rumit dan lama itu, pantaslah jika kain tenun dihargai mulai dari Rp 500 ribu rupiah.

Dari Waibalun saya melanjutkan perjalanan ke arah barat. Saya mendapatkan Pulau Konga yang dikelilingi pegunungan, perbukitan menghijau. Pulau itu saya jangkau melewati jalanan naik-turun dan meliuk-liuk bak ular, sekitar 40 km dari Larantuka.

Pulau kecil itu tampak sangat indah jika dipandang dari jalan raya. Di kejauhan terlihat daratan berbukit diselimuti hijaunya pepohonan. Gunung Lewotobi menjaga di belakangnya, perairan teluknya yang biru mendekap pulau itu, sungguh gradasi warna yang cantik.

Pesona Kawaliwu

Menjelang sore, saya melanjutkan perjalanan ke arah utara ke Pantai Kawaliwu. Jika Anda penikmat senja dan sunset, jangan lewatkan pantai ini. Begitu sampai di Pantai Kawaliwu, saya disambut dengan hamparan pasir putih dan bebatuan hitam yang besar dan ternyata panas. Panas batu batuan itu bukan karena bekas sengatan matahari, melainkan karena adanya aliran air panas di bawahnya.

Sungguh unik. Jika kita menggali pasir di pantai, akan muncul air panas, padahal berdekatan dengan air laut yang dingin. Suara ombak yang terkena bebatuan pun menimbulkan alunan indah mirip suara alat musik.

Menurut cerita, pada 1992 desa dan tepi pantai hilang karena gempa dan tersapu tsunami. Namun sekarang pantai itu berbenah cantik dan walau masih alami dan belum terjamah industri pariwisata.

Sore itu, saya beruntung bisa mendapatkan keindah an sunset diKawaliwu. Mata saya menangkap bentangan lanskap menawan, lengkap dengan warna langit jing ga yang memerah, kemudian bulatan besar matahari menyala seakan tenggelam perlahan dite lan lautan lepas. Tempat ini, sepotong surga yang tersembunyi itu Saya betah berlama-lama tinggal di sini dan berat hati ini meninggalkannya.  Oleh Agnes Kristina, traveler, tinggal di Surakarta. ed: Nina Chairani

Menuju Flores Timur

Langkah pertama adalah ke Kupang, ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur. Kemudian lanjutkan ke Laran tu ka dengan maskapai Wings Air (Rp 500 ribu) atau Trans Nusa (Rp 400 ribu), harga pada April. Atau Anda dapat mengambil pener bangan dari Bali ke Maumerre, ibu kota Kabupaten Sikka, Flores. Dari Maumerre melalui jalur darat ke Larantuka selama kurang lebih tiga jam .

Bila waktu yang terbaik?

Umumnya Larantuka bisa dikunjungi kapan pun. Pada hari Raya Keagamaan umat Kristiani Paskah, Larantuka akan di padati ribuan peziarah untuk mengikuti prosesi pecan suci Semana Santa yang masih kental budaya Portugis. Paskah dirayakan pada bulan April. Namun, bagi pecinta fotografi, hindari datang pada, Januari dan Februari karena saat itulah curah hujan tinggi.

Tempat bermalam

Belum ada hotel berbintang di Larantuka. Hotel Assa merupakan salah satu hotel bagus di Larantuka yang dapat direkomendasikan. Terletak di tepi pantai pasir putih dekat bandara. Tak jauh dari bandara pula terdapat banyak penginapan dan hotel. Tak perlu takut susah mencari tempat penginapan karena di kota yang kecil itu. Kecuali jika datang menjelang paskah, pastikan Anda sudah mendapat penginapan karena seminggu sebelum paskah, seluruh hotel dan penginapan biasanya sudah full booked oleh ribuan peziarah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement