Kamis 06 Aug 2015 08:03 WIB

Kekebalan Antibiotik Jadi Isu Serius Dunia Kesehatan

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Penggunaan antibiotik sebaiknya diminimalisir atau tidak dikonsumsi sama sekali.
Foto: pixabay
Penggunaan antibiotik sebaiknya diminimalisir atau tidak dikonsumsi sama sekali.

REPUBLIKA.CO.ID, Resistensi atau kekebalan terhadap antimikroba, termasuk antibiotik, merupakan ancaman serius bagi dunia kesehatan. Sehingga semua pihak perlu menyadari pentingnya melakukan upaya bersama untuk mengendalikannya demi keselamatan manusia.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, Sp.M(K) ketika membuka seminar berjudul “Cegah Resistensi Antibiotik Demi Selamatkan Manusia” yang merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO), dan Yayasan Orang Tua Peduli (YOP), kemarin (5/8).

Seminar ini juga memaparkan studi dari Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa kebijakan terkait resistensi antimikroba di Indonesia belum dapat menyelesaikan atau meminimalkan permasalahan resistensi ini. Koordinasi lintas sektor terkait masalah resistensi antimikroba juga belum terlihat.

Permasalahan resistensi antimikroba ini telah menjadi permasalahan sangat serius di tingkat global, dan menjadi salah satu tantangan terbesar dunia kesehatan. Meskipun resistensi antimikroba itu sendiri merupakan sebuah fenomena alam, sebenarnya penyebab utama kejadian resistensi adalah karena penggunaan antibiotik yang tidak bijak pada manusia dan hewan. Adanya resistensi antibiotik menyebabkan penurunan kemampuan antibiotik tersebut dalam mengobati infeksi dan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. 

Akibatnya pengobatan menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya kesehatan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu resistensi antimikroba akan menimbulkan kerugian yang luas, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi.

Dr Khanchit Limpakarnjanarat, Perwakilan WHO untuk Indonesia, menyampaikan laporan terakhir WHO berjudul “Antimicrobial Resistance: Global Report on Surveillance” yang menunjukkan bahwa angka infeksi oleh bakteri yang resisten, khususnya oleh kelompok bakteri Staphylococcus aureus yang resisten terhadap Methicillin (MRSA), tertinggi di Asia Tenggara sehingga fungsi antibiotik terhadap bakteri tersebut menurun.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement