Senin 29 Jun 2015 12:00 WIB

Oman Fathurrahman: Filologi Merekonstruksi Peradaban

Red:

Filologi membantuk menguak sejarah dan indentitas suatu peradaban, termasuk Islam Nusantara. Sayangnya, menurut guru besar filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurrahman, belum terdapat ensiklopedia karya ulama klasik nusantara yang komprehensif.

Perlu upaya serius untuk menginventarisasi karya-karya tersebut. "Alatnya apa, ya pasti dengan filologi," tuturnya. Berikut perbincangan wartawan Republika, Amri Amrullah, dengan penyabet gelar doktoral di bidang filologi dari Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Filologi digunakan untuk studi naskah/manuskrip kuno. Mengapa?

Filologi atau teksologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sejarah teks, naskah atau manuskrip kuno. Melihat jujur alur teks dan silsilah teks. Dalam artian teks, naskah dan manuskrip di sini lebih spesifik khusus bagi yang ditulis tangan. Jadi filologi digunakan sebagai "pisau" untuk membedah atau mengkaji otentisitas dan originalitas teks, naskah, dan manuskrip yang bertulis tangan.

Sejauh mana tingkat akurasinya?

Bila dilihat metode yang ada di dalam filologi, sangat akurat tentu saja. Metode yang paling menonjol dalam filologi ini kan kritik terhadap teks (textual criticism). Kritik terhadap teks ini tentu saja bergantung terhadap manuskripnya, apakah hanya ada satu salinan atau dua dan lebih. Kalau hanya satu salinan, bagaimana melakukan kritik terhadap teksnya? Kalau dua, berarti harus diperbandingkan, dan kalau lebih bagaimana?

Jadi, sebenarnya kalau mau lebih detail lagi, filologi lebih mengajari kita merekonstruksi silsilah masing-masing salinan. Jadi, misalnya si A sebagai penulis tangan naskah menyalin dari mana dan si B menyalin dari mana. Dan semua itu berujung pada satu kesimpulan bahwa teks atau manuskrip yang sampai pada abad ke-21 saat ini adalah "keturunan" dalam artian memiliki silsilah jelas dari naskah atau manuskrip abad ke-17 atau sebelumnya. Meski sebenarnya hal ini tidak mudah, namun secara perangkat, semua itu sudah ada dalam metode di filologi.

 

Akar filologi sangat kuat dalam sejarah. Bisa dijelaskan?

Filologi sangat kuat dalam kaitannya dalam sejarah. Dalam sejarah tradisi Islam juga kita mengenal dalam hadis ada takhrij atau menguji dan memverifikasi tingkat kesahihan sebuah hadis, apakah perawinya tepercaya atau tidak. Itu semua terus ditelusuri, itu yang ada dalam tradisi Islam. Kemudian ada juga tahqiq dalam tradisi Islam, pemeriksaan secara saksama dan detail, menghakimi teks dilihat bagaimana kaitan atau benar-tidaknya karya ini disandarkan pada pengarang yang dituliskan itu.

Dilihat benar atau tidaknya, jangan sampai hanya ada klaim semata atau karya orang lain tapi ditulis nama orang lain sebagai penulisnya. Nah, itu semua dikerjakan oleh ahli filologi. Dari filologi inilah bisa dibuktikan dalam tradisi Islam banyak sekali kitab-kitab yang terbukti juga dan terverifikasi bahwa ada yang bukan karangan penulis tertentu. Kemudian di Eropa juga berlaku, ada filsuf-filsuf di Eropa yang kebanyakan manuskripnya dibuktikan kebenaran penulisannya melalui filologi.

Dan banyak peradaban kuno lain, seperti naskah yang terkumpul di perpustakaan Alexandria dan kumpulan naskah dari Yunani kuno, diverifikasi. Walaupun dahulu belum ada nama filologi, tapi dahulu sudah dilakukan standar kerja verifikasi terhadap teks, seperti metodologi filologi kini. Dahulu yang mengkaji manuskrip seperti itu lazim dikenal pustakawan, sama verifikasi teks tulisan tangan, dan berkembang hingga sampai teks tersebut hingga kini. Sedangkan, filologi di Indonesia lebih dipengaruhi dari Belanda, karena itu filologi di Indonesia lebih mengacu pada metode filologi Eropa.

Bagaimana potret filologi di dunia Islam?

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, perkembangan filologi untuk manuskrip di dunia Islam sangat kuat dan termasuk perkembangannya sangat baik. Dan tradisi filologi dalam Islam bisa dibilang sudah sangat baik. Bila kita melihat karya-karya Islam klasik misalnya, pada abad ke-10 kitab al Fihristnya Ibnu an-Nadim, itu kan kitab bibliografi Islam atas karya klasik ilmu Islam yang mungkin manuskrip aslinya sudah tidak ada.

Tapi al-Nadim ini yang mendaftarkan dan merangkum kitab-kitab karya klasik ilmu Islam dan memublikasikannya di Baghdad pada 938 Masehi. Mungkin kitab-kitab yang dijelaskan di situ sudah tidak ada juga, tapi karena pentingnya buku ini sebagai sebuah katalog kemudian ditahkik. Kemudian diterbitkan dalam bentuk yang populer sehingga orang sekarang bisa mengakses karya pada abad ke-10 tersebut. Jadi kalau tidak ada filologi, bagaimana publik umum bisa mengetahui isi dari karya-karya yang hanya tulis tangan dan sangat terbatas.

Konon masih terdapat 5 juta naskah kuno dan baru 1 juta yang berhasil dikaji?

Saya kira angka pastinya agak sulit dijelaskan, karena naskah ini masih banyak. Kita baru tahu jumlahnya bila sudah dikatalogkan semuanya, tapi kalau pengalaman di lapangan kita tidak berani memastikan berapa yang belum. Tapi, yang jelas dari satu koleksi kecil sebuah surau di Minangkabau saja bisa ratusan manuskrip. Dan bayangkan ada beberapa surau di Minangkabau yang masih menyimpan manuskrip kuno misalnya.

Lalu di Jawa, banyak di pesantren yang menyimpan manuskrip kuno, misalnya yang sudah terdigitalisasi secara online bisa dihitung. Seperti ada tiga pesantren di Jawa Timur kemudian dilakukan penelitian dan sudah online ada 250 lebih. Jadi kalau dikumpulkan khusus untuk manuskrip Islam di nusantara saja bisa ratusan ribu. Hanya yang sudah bisa diakses barangkali masih terbatas, apalagi yang belum diteliti tentunya perbandingannya lebih banyak lagi.

Jadi filologi membantu menguak dan mempertahankan identitas suatu peradaban?

Jelas itu. Contohnya dalam konteks nusantara saja, peradaban Islam di dunia ini bisa dikelompokkan tiga. Pertama, peradaban Islam Arab, Islam Persia dan Islam Nusantara. Kalau kita lihat peradaban Islam Arab sudah sangat mapan, infrastruktur penelitiannya seperti dari kitab-kitabnya sehingga bila kita baca kita bisa mengetahui peradaban Arab dari waktu ke waktu. Persia juga seperti itu, bahkan peradaban yang sosial kemasyarakatannya serta peristiwa-peristiwa yang saat itu terjadi terekam baik dalam manuskrip-manuskrip mereka.

Sekarang di nusantara, kita bisa lihat ada tidak kitab ensiklopedia tentang ulama klasik nusantara yang komprehensif. Namanya siapa, karyanya apa dan riwayat hidupnya secara komprehensif. Itu belum ada di kita. Itu artinya harus dilakukan penelitian manuskrip-manuskrip itu kemudian diinventarisasi, judul dan siapa pengarangnya. Alatnya apa, ya pasti dengan filologi. Artinya kalau disimpulkan filologi ini menjadi alat yang patut dan bisa dipakai untuk merekonstruksi peradaban, terutama dalam tradisi tertulis dalam hal ini mulai abad ke-16. ed: nashih nashrullah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement