Rabu 03 Jun 2015 11:50 WIB

Unkris Bahas Potensi Energi Terbarukan dengan Profesor dari Jerman

Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr Abdul Rivai  (kiri) dan Prof Andreas Gerhard Goldman (berdiri) saat Seminar International bertema
Foto: Fakhruddin
Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr Abdul Rivai  (kiri) dan Prof Andreas Gerhard Goldman (berdiri) saat Seminar International bertema

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kelangkaan energi fosil menjadi masalah serius yang harus dipecahkan oleh perguruan tinggi. Karena itu, dibutuhkan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.

Rektor Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Dr Abdul Rivai mengatakan perguruan tinggi perlu memberikan perspektif tentang energi terbarukan dan manfaatnya untuk Indonesia. Karena itu, kata Rivai, pihaknya mengundang Prof Andreas Gerhard Goldman dari Jerman untuk memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan bagi civitas akademika di Unkris. 

"Sehingga mahasiswa mendapat ilmu atau wawasan baru, Dan ini menjadi aset Unkris untik bekerjasama dengan universitas lain, khususnya dalam penelitian berkelanjutan," kata Rivai saat membuka Seminar bertema "Potential of Sustainability Concepts and Renewable Energy System for Indonesia", di kampus Unkris, Rabu (3/6).

Prof Andreas Gerhard Goldman mengatakan kemajuan teknologi dalam energi terbarukan merupakan bagian dari era globalisasi. Sehingga para mahasiswa harus menyiapkan diri untuk menyambut globalisasi era globalisasi tersebut. 

"Karena sekarang adalah masa awal globalisasi sehingga anak muda di Indonesia harus sensitif dengan apa yang terjadi dalam kemajuan teknologi di era globalisasi," kata Andreas. 

Menurut Andreas, di masa depan pengelolaan energi sangat penting. Kalau satu negara dapat mengelola energi dengan baik, kata Andreas, maka negara itu akan maju sangat cepat sekali. "Saya sudah menghitung mana yang paling murah antara energi surya, elektrik, gas, dan bensin," katanya.

Andreas menambahkan, Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan energi alternatif, salah satunya energi surya. "Karena di sini banyak matahari dan angin," katanya.

Cahaya sinar dari matahari masuk dalam lempengan kaca yang dipasang di atas atap rumah atau gedung kemudian diubah menjadi listrik. "Sehingga sangat hemat energi. Kita punya matahari yang setiap hari bersinar," ujarnya. 

Menurut Andreas, setiap provinsi di Indonesia bisa membangun sentral energi yang menghasilkan listrik. "Bila dibangun di setiap provinsi maka sentral-sentral energi suryaini menjadi desentralisasi," katanya.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement