Kamis 30 Apr 2015 16:08 WIB

Pemberian ASI Berkorelasi dengan Kenakalan Remaja

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Erik Purnama Putra
Ibu-ibu meski sedang ditahan, tetap memberikan ASI kepada bayinya.
Foto: Antara
Ibu-ibu meski sedang ditahan, tetap memberikan ASI kepada bayinya.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Kenakalan remaja, seperti begal, tawuran hingga pergaulan bebas, yang ada di tengah-tengah masyarakat kian memprihatinkan banyak kalangan. Tak sedikit yang berpendapat, akar permasalahan kenakalan remaja ini dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti lingkungan pergaulan tempat tumbuh kembang remaja yang bersangkutan.

Namun, pandangan yang berbeda terkait akar permasalahan kenakalan remaja dikemukakan psikolog Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang, Putri Rokhima Ayuningtyas. Putri, panggilan akrabnya, mengatakan, sebelum menduga masalah yang ada pada lingkungan pergaulan, ada baiknya juga menelaah pola asuh orang tua.

Termasuk bagaimana asupan yang diberikan kepada remaja yang terjerat kenakalan saat bayi. Apakah asupan tersebut terpenuhi oleh air susu ibu (ASI) eksklusif atau hanya oleh susu formula.

“Sebab, asupan susu ini ternyata memiliki pengaruh bagi perkembangan perilaku anak ketika ia menginjak usia dewasa,” ungkapnya, di hadapan ibu-ibu PKK kader penggerak ASI, se-Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Kamis (30/4).  

Dia menjelaskan, ibu yang menyusui anaknya dengan ASI memiliki ikatan emosional yang lebih kuat dengan anak atau dalam ilmu psikologi dikenal emotional bonding dan attachment bonding. Emotional dan attachment bonding tersebut diperlukan untuk mengurangi masalah perilaku pada anak, ketika ia tumbuh dan bertambah dewasa.

Putri mengakui, pandangannya itu memang tidak bisa serta-merta mengatakan anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, ketika dewasa tumbuh menjadi pribadi yang bermasalah atau sebaliknya. Namun, jika ditinjau dari sisi ilmiahnya, menyusui akan membuat perilaku anak lebih mudah berkembang sesuai dengan stimulus yang diberikan oleh seorang ibu.

Hal itu dimungkinkan, karena ketika menyusui, seorang ibu memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi yang lebih berkualitas dengan bayinya. Dia juga mengaku pernah membaca sebuah laporan penelitian, di mana perilaku anak yang ‘bermasalah’ lebih sedikit dialami oleh anak-anak yang disusui ASI eksklusif dibandingkan dengan anak yang hanya mendapatkan asupan susu formula.

Itu karena adanya faktor kelekatan antara anak dengan sang ibu pada proses bonding, ketika aktivitas menyusui berlangsung. Putri menambahkan, ASI mengandung Long Chain Polyunsaturated Fatty Acid- hormon (LCPUFA). Yakni sejenis hormon pertumbuhan yang memiliki fungsi bagi perkembangan dalam otak dan sistem saraf pusat.

Hal itu menjadi alasan mengapa ia berpandangan ASI eksklusif memiliki benang merah dengan masalah perilaku anak ketika tumbuh dewasa. “Ini juga menjadi bagian penting dari manfaat ASI,” tambah Putri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement