Kamis 30 Apr 2015 14:00 WIB

Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya): Sumpah Menyejahterakan Surabaya

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Meyakini semua peristiwa sudah ada yang mengatur, Tri Rismaharini menjalani semua fase kehidupannya dengan ikhlas dan tanpa ketakutan yang berlebihan. Wali kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, yang akrab disapa Risma ini pun menjalani tugas-tugasnya sebagai pemimpin daerah dengan ketegasan yang disandingkan dengan kelembutan seorang ibu. Risma menjadi salah satu yang terpilih sebagai Tokoh Perubahan Republika 2014. Wartawan Republika EH Ismail dan Rr Laeny Sulistyawati mewawancarai Risma pada awal April 2015 di Jakarta. Berikut petikannya.

Bagaimana awal mula cerita Anda menjadi wali kota atau orang nomor satu di Kota Surabaya?

Saya itu tidak pernah membayangkan. Ada di pikiran saja tidak. Dulu waktu kecil, saya itu ingin menjadi dokter karena sering sakit. Ayah saya waktu itu juga sakit-sakitan. Cita-cita ini saya impikan hingga SMA. Tetapi, ibu saya tidak ingin saya pendidikan di kedokteran karena membutuhkan waktu yang lama. Ibu menyuruh saya kuliah di bidang teknik. Akhirnya, saya ambil jurusan arsitektur di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Setelah lulus, saya sempat bekerja di perusahaan swasta selama tiga tahun. Tapi, lagi-lagi ibu saya ingin saya jadi PNS (pegawai negeri sipil —Red). Untuk menyenangkan hati orang tua, ya saya ikut tes PNS dan lolos. Waktu itu sekitar tahun 1990-an. Saya dulu bertugas di Bojonegoro selama lima tahun. Kemudian minta dikembalikan ke Surabaya untuk berkumpul dengan keluarga.

Nah, terus saya diminta mencalonkan diri menjadi wali kota Surabaya periode 2010-2015 berpasangan dengan Bambang Dwi Hartono. Tidak tahu itu, kok ya terus menang dan tepat pada 28 September 2010 saya dilantik menjadi wali kota.

Anda melihat proses karier Anda seperti apa?

Ini bagian dari perjalanan hidup saya yang Tuhan sudah atur karena saya tidak pernah minta. Jabatan ini seperti wahyu buat saya. Saya merasa mendapat amanah dari Tuhan. Seakan-akan ada yang bilang, "Risma, ini ada amanah buat kamu. Jalani sebaik-baiknya." Begitu resmi menjabat, saya langsung bersumpah bagaimana secepatnya menyejahterakan warga Surabaya. Sumpah saya saat menjadi wali kota adalah mementingkan masyarakat Surabaya dibandingkan kepentingan pribadi dan golongan. Saya bersumpah sekuat tenaga dan pikiran menyejahterakan Surabaya.

Saya tak lupa meminta perlindungan Allah SWT. Saya sadar tugas yang saya emban ini tidak main-main, bahkan berat. Saya juga yakin, hanya atas seizin Allah SWT semuanya bisa berjalan.  Saya bersumpah sungguh-sungguh karena saya sadar warga Surabaya yang memilih saya tentu bukan tanpa harapan. Saya harus bisa mengetahui sebenarnya warga Surabaya itu inginnya apa. Sebisa mungkin kebutuhan dasar mereka ini saya wujudkan.

Apa fokus Anda saat awal menjadi wali kota?

Pendidikan. Saya sengaja fokus di bidang ini karena pendidikan bisa memangkas kemiskinan struktural. Saya ingin warga-warga yang tidak mampu itu bisa terangkat ekonominya. Makanya saya menerapkan kebijakan pendidikan gratis untuk SMP dan SMA negeri. Saya juga mengalokasikan lima persen pagu sekolah negeri untuk siswa miskin. Murid ini bisa sekolah di sekolah negeri langsung masuk tanpa dipungut biaya. Begitu kami melihat data, kami cek ternyata benar tidak mampu, ya langsung kita bantu. Kita juga fasilitasi seragam untuk sekolah mereka.

Selain pendidikan?

Ya, tentu membangun infrastruktur supaya Surabaya tidak banjir. Jangan salah lho, banjir juga bisa membuat orang menjadi miskin. Yang miskin tambah miskin, sementara masyarakat kelas menengah Surabaya tidak bisa kaya-kaya karena dia setiap tahun kebanjiran. Karena ketika si warga ini berwirausaha, praktis dia tidak mendapat uang karena harus mengurusi rumahnya yang banjir. Belum lagi dampak pemanasan global yang berpengaruh pada curah hujan Surabaya. Makanya, saya harus secepatnya menyelesaikan persoalan banjir ini.

Saya turun langsung. Lihat langsung lokasi banjir. Saya mencoba mengetahui perilaku air hujan, ke mana arah air. Saya selalu keluar melihat langsung setiap kali hujan. Saya ikuti arah air itu dan ingin tahu sumbernya dari mana. Ternyata, saya tahu masalahnya itu di sini, turunnya ke sini. Berarti harus ada pembuatan tempat penampungan di sini. Kalau tempat ini tidak mampu menampung, ya harus dibuat saluran lebih besar di sini. Drainasenya juga harus diubah, akhirnya saya mengeruk terus-menerus dan menghidupkan lagi saluran lama peninggalan Belanda. Kami juga membangun rumah pompa. Sekarang, beberapa titik tempat sudah tidak banjir lagi.

Anda juga dikenal tangan emas pengubah taman-taman di Surabaya. Ada cerita soal ini?

Begini, orang kan sebelumnya punya persepsi Surabaya itu kotor, panas, dan warganya keras. Persepsi itu bisa berubah walau perlahan dengan membuat kota asri. Tapi, kalau pemerintahnya saja yang punya tujuan itu, ya bisa percuma. Makanya, saya ajak warga ikut menjaga kebersihan hingga bagaimana ikut serta dalam masalah sosial. Saya lihat langsung pekerjaan yang dikerjakan staf. Kalau tidak beres, ya saya kasih contoh bagaimana melakukan pekerjaan itu. Pernah suatu waktu saya lihat ada saluran yang belum dikeruk secara total. Ya, saya turun langsung. Saya ada sepatu bot di mobil. Sering saya pakai itu. Memang warnanya pink, tapi tidak takut kotor. Sering becek-becekan juga.

Anda terkesan sering menegur bawahan. Tidak takut dibenci mereka?

Tanya saja ke mereka, ada tidak yang benci saya. Saya itu tidak niat menjelek-jelekkan mereka kok. Saya cuma minta bekerja maksimal. Pernah suatu saat saya datang ke rumah pompa air tengah malam. Saya meminta orang yang mengurusi rumah pompa supaya memaksimalkannya. Dia katakan, "Siap, Bu. 86 (siap melaksanakan perintah)." Tetapi, dia tidak tahu saya sudah dekat rumah pompa dan setelah saya sampai sana, ternyata dia sedang tidur. Saya tendang dia. Saya bilang, "Ayo bangun, katanya 86, kok tidur." Sekarang, dia tidak lagi berani berkata seperti itu dan selalu merasa saya ada di sekitar rumah pompa. Lalu apa dia benci sama saya? Tidak tuh. Karena setelah itu, ya saya ajak bicara. Saya ajak makan juga mereka yang sudah saya marahi. Duduk di bawah, makan bareng. Mereka akhirnya juga tahu, tidak apa-apa ditegur karena sadar memang salah. Makanya, mereka berkata, "Bu Risma itu tidak sidak, tetapi membantu kita."

Salah satu kebijakan Anda yang paling fenomenal adalah penutupan lokalisasi Dolly. Kok berani menutup lokalisasi itu?

Sebenarnya saat awal menjabat, saya tidak berniat menutup Dolly. Belum beberapa hari menjabat, saya didatangi 20 kiai se-Surabaya untuk menutup Dolly. Mereka minta, Bu Risma, itu Dolly harus ditutup. Waktu itu saya katakan, mana bisa? Mau dikemanakan warga Dolly nantinya? Saya tidak menyanggupi lantaran belum mempunyai formulasi yang tepat menangani masalah sosial pascapenutupan Dolly. Tapi, sejak itu, saya putar otak mencari cara mengalihprofesikan para penghuni Dolly. Diam-diam, saya datang ke Dolly dan mencari tahu fakta-fakta sampai lapisan paling bawah mengenai kehidupan di sana sebenarnya. Saya berputar-putar sampai mengajar di sekolah-sekolah di sana. Banyak yang tidak tahu. Seringnya saya cuma ngajak sopir saya.

Apa yang Anda temukan sampai akhirnya memutuskan untuk menutup Dolly?

Saya tahu langsung Dolly itu sarang perdagangan manusia dan perdagangan narkoba. (Hal) yang paling bikin saya ngenes (sedih —Red), banyak anak menjadi korban paling menderita. Mereka dekat dengan praktik seks bebas, pemikiran negatif, dan narkoba. Ada anak malang baru delapan tahun yang tinggal di lokalisasi, dia bilang ke saya sudah pernah melakukan hubungan suami istri dengan lima kekasihnya. Saat itu, baru saya putuskan Dolly atau lokalisasi lain tidak boleh ada di Surabaya.

Saya bertanya ke diri sendiri, tidak ada gunanya Surabaya cantik dan bersih kalau anak-anak hidup di suasana yang tidak diinginkan. Kalau Dolly atau lokalisasi dibiarkan tetap buka, masa depan anak-anak saya akan hancur. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya.

Tapi, saya juga sudah mempersiapkan ladang usaha baru bagi warga Dolly. Sebagian saya rekrut jadi petugas linmas dan Satpol PP, sopir mobil ambulans, dan ada juga yang jadi petugas kebersihan. Sebagian diberi pelatihan menjahit dan membuat kue.

Cepat juga ya prosesnya?

Butuh waktu dua tahun untuk mempersiapkan semuanya secara matang. Awalnya, saya undang para penghuni Dolly buka puasa bersama selama sebulan penuh ke rumah. Dari situ, saya juga dapat berbagai cerita dan fakta. Salah satu yang paling miris adalah PSK (pekerja seks komersial) nenek-nenek yang masih menerima pelanggan anak SD (sekolah dasar). Kemudian dengan koordinasi bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Sosial, kami menyiapkan kompensasi uang untuk PSK dan mucikari.

(Penutupan) Dolly itu paling sulit dibandingkan Sememi, Dupak Bangunsari, dan Moroseneng (tempat prostitusi lainnya). Banyak penolakan dari masyarakat Dolly. Bahkan, ada dua orang masyarakat Dolly yang membawa kerbau yang ditulisi Risma. Kerbau ini kemudian diarak berputar-putar di Dolly. Katanya itu semacam santet atau apa. Tapi, saya tidak sakit hati. Nabi Muhammad saja ikhlas dilempari kotoran, apalagi hanya seorang Risma. Ini sama dengan hijrah mereka. Saya sudah lepas rasa takut. Saya sudah ikhlas pamit ke keluarga, kalau memang saya harus terbunuh, maka ini perjuangan saya. Tidak ada hitung-hitungan.

Anda sudah puas memberikan perubahan buat Surabaya?

Kalau saya mengatakan sudah puas, berarti saya sombong. Buat saya, orang sombong itu paling dibenci Tuhan. Saat bekerja, saya juga tidak pernah berpikir apakah pekerjaan saya bakal diketahui masyarakat luas atau tidak. Saya hanya ingin berusaha dan tidak ingin pernah mengatakan tidak bisa. Itu sudah tanggung jawab saya karena nanti saya juga ditanya malaikat soal (kepemimpinan) itu. Membangun fisik Surabaya itu mudah, tapi membangun sumber daya manusia itu tidak mudah dan lebih penting.

Apa yang Anda inginkan ke depan untuk Surabaya?

Saya ingin memaksimalkan semua program saya. Mengurangi jumlah orang miskin masih menjadi pekerjaan berat buat Surabaya. Meski sudah ada beberapa perubahan karena banyak orang tidak mampu yang berhasil meningkat perekonomiannya, banyak angka kemiskinan yang masih berada di bawah. ed: Eh Ismail

***

Prestasi Risma yang diakui Dunia:

* Kota Terbaik se-Asia Pasifik versi Citynet pada 2012

* Penghargaan Kota Berkelanjutan ASEAN, Enviromentally Award 2012

* Masuk nominasi 10 wanita paling inspiratif 2013 versi majalah Forbes pada 2013

* Meraih dua kategori penghargaan tingkat Asia Pasifik dalam ajang FutureGov Award 2013, yakni Data Center melalui Data Center Pemerintah Kota Surabaya dan Data Inclusion melalui Broadband Learning Center (BLC). Menyingkirkan 800 kota se-Asia Pasifik.

* Taman Bungkul mendapatkan penghargaan The Asian Townscape Award dari PBB pada 2013

* Risma mendapatkan penghargaan Mayor of the Month sebagai wali kota terbaik pada Februari 2014

* Mendapatkan penghargaan Socrates Award kategori Future City dari European Business Assembly (EBA) pada April 2014

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement