Ahad 08 Mar 2015 12:34 WIB

Indonesia Perlu Masukkan Aspek STEM dalam Pendidikan

Pendidikan berbasis STEM
Foto: ist
Pendidikan berbasis STEM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi dan informasi dalam beberapa waktu belakangan ini semakin pesat. Indonesia sebagai negara besar dengan kekayaan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang melimpah, sudah seharusnya menjadi bangsa yang memainkan peran besar dalam perkembangan tersebut.

M. Ikhlasul Amal, peneliti pada Pusat Penelitian Metalurgi dan Material, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, untuk mewujudkan hal tersebut Indonesia harus menyesuaikan pola pendidikan. Indonesia harus menerapkan pendidikan yang memasukkan aspek Science, Technology, Engineering and Math (STEM).  

"Aspek science, technology, engineering and math (STEM) merupakan pondasi pengembangan berbagai teknologi maju terkini," ujar M. Ikhlasul Amal.

Pemegang gelar PhD Teknik Material dari Yeungnam University, Korsel ini mengatakan, sepintas pembelajaran berbasis STEM terkesan hanya berfokus pada aspek pembelajaran ilmu pengetahuan pada ranah sains, teknologi, perekayasaan dan matematika. Akan tetapi pada tataran lebih luas, pendidikan berbasis STEM bisa digunakan di bidang keilmuan lainnya dengan memanfaatkan kaidah sains, teknologi, engineering (rekayasa) dan matematika sebagai basis pembelajaran dan pengembangan potensi siswa.

Individu yang dididik dengan pendekatan STEM diharapkan memiliki hard skills yang diimbangi dengan soft skills, karena dalam proses pembelajarannya dilakukan dengan metode active learning yang meliputi komunikasi, kolaborasi, problem solving, kepemimpinan, kreativitas dan lain-lain,

Dalam studi yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development’s (OECD’s) Programme for International Student Assessment (PISA) menemukan raihan siswa usia 15 tahun dalam matematika dan sains dikuasai oleh negara-negara yang berada dalam level atas seperti Cina, Singapura, Taiwan, Korea, Finlandia, dan Swiss.

“Untuk itu, sudah selayaknya agenda kebijakan ekonomi harus tertuju pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memiliki kemampuan tinggi dalam penelitian, inovasi dan komersialisasi, serta respons terhadap perkembangan teknologi,” kata dia lagi.

Jika membandingkan pendidikan di Indonesia masih dibayangi oleh berbagai macam masalah klasik, seperti karut-marut penentuan kurikulum untuk pendidikan dasar. Namun, Ikhlasul menganggap, peristiwa tersebut justru bisa menjadi momentum bersama untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia.

“Pertama yang perlu dilakukan oleh negara adalah menyadari pentingnya pembelajaran berbasis STEM dan berusaha untuk meningkatkan perhatian dan pemahaman masyarakat akan pendidikan STEM. Kemudian metode pembelajaran STEM harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan, sehingga diperlukan landasan kebijakan yang kuat,” Ikhlasul menerangkan.

Perlu diingat bahwa Indonesia saat ini sudah memasuki era persaingan bebas yang dimulai dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN sehingga memungkinkan SDM asing untuk bersaing dengan SDM lokal secara lebih bebas.

“Kelak peningkatan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti jika SDM lokal tersisih dan digantikan tenaga kerja asing,” urainya.

Dengan kesadaran seperti ini, para stakeholder termasuk siswa, guru dan orang tua harusnya dapat bertambah giat mempelajari STEM.

Sehingga kata kuncinya adalah peningkatan kesadaran akan perlunya STEM dalam menyongsong masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement